Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Menteri Keuangan: Sebenarnya Indonesia Masih Butuh Utang Luar Negeri

Pemerintah belum memutuskan mengambil pinjaman 11 juta dolar Amerika Serikat (AS) dari Bank Dunia.

Editor: Y Gustaman
zoom-in Menteri Keuangan: Sebenarnya Indonesia Masih Butuh Utang Luar Negeri
Tribunnews.com/Nurmulia Rekso Purnomo
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah belum memutuskan mengambil pinjaman 11 juta dolar Amerika Serikat (AS) dari Bank Dunia. Sampai saat ini pemerintah masih menimbang baik-buruknya tawaran tersebut.

"Kita lihat sesuai kebutuhan, kita lihat (yang) paling efisien, tingkat bunga paling kecil dan yang tidak memberikan resiko di pasar,"u ujar Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro usai diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (24/5/2015).

Tawaran utang baru itu disampaikan langsung Presiden Kelompok Bank Dunia, Jim Yong Kim, ke Presiden Joko Widodo, saat menyambangi Istana Negara pada 20 Mei lalu. Selain menyambangi Presiden, Jong Yong Kin, juga menyambangi Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla di kantor Wapres. Bambang menyebutkan tawaran itu berlaku 3 sampai 4 tahun.

Indonesia tercatat masih memiliki utang Rp 2.700 triliun dari berbagai pihak di luar negeri, termasuk dari Bank Dunia sekitar Rp 180 triliun, Asian Development Bank (ADB) sekitar Rp 109 triliun dan Islamic Development Bank (IDB) sekitar Rp 7,3 triliun.

Bambang mengingatkan Indonesia masih butuh banyak uang untuk membiayai segala keperluan negara, termasuk untuk membangun infrastruktur. Uang itu bisa didapat dari pengurangan defisit anggaran, dan menongkrak pendapatan pajak.

"Tapi kan kondisinya belum memungkinkan, kita masih harus utang kalau kita mau membangun lebih banyak," ujarnya.

Berita Rekomendasi

Bambang juga mengingatkan kebijakan penarikan utang luar negeri sudah dilakukan pemerintah sejak Orde Baru. Saat itu kebijakan ini diambil karena hal yang sama, yakni defisit anggaran, dan rendahnya pemasukan dari pajak.

"Banyak orang bayar pajaknya tidak benar, padahal kebutuhan pembangunan termasuk ke daerah kan besar. Kalau tidak mau tambah utang, kurangi defisit," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas