Pemerintah Silakan Swasta 'Main' Gas
Perpres ini akan mengatur pembagian area usaha distribusi, agregator gas, hingga infrastruktur yang dibutuhkan
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pemerintah akan membuka pintu bagi kalangan swasta untuk menjadi pengelola dan penyangga gas (agregator gas). Saat ini, hanya dua badan usaha milik negara (BUMN) yaitu Pertagas, anak usaha Pertamina dan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk yang menjalankan peran sebagai agregator gas.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, I Gusti Nyoman Wiratmadja Puja bilang, pemerintah mengundang pihak swasta untuk turut serta menjadi agregator gas.
"Kami mengundang swasta supaya persaingan di bidang gas cukup baik. Yang jelas agregator gas tidak hanya satu lembaga," ungkapnya di Gedung DPR, Kamis (11/6).
Peluang swasta itu terbuka seiring dengan penyusunan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tata Kelola Gas Bumi. Rancangan beleid ini merupakan revisi dari Keputusan Menteri ESDM No 2700 K/11/MEM/2012 tentang Rencana Induk Jaringan Transmisi Dan Distribusi Gas Bumi Nasional Tahun 2012-2025.
Perpres ini akan mengatur pembagian area usaha distribusi, agregator gas, hingga infrastruktur yang dibutuhkan untuk pengembangan daerah atau kawasan.
Pembagian area distribusi ini diperlukan supaya tidak terjadi tumpang tindih antara badan usaha yang satu dengan yang lain. Rancangan Perpres ini juga akan memetakan infrastruktur yang perlu dibangun di suatu wilayah. Untuk daerah yang memiliki nilai keekonomiannya sedang-sedang saja, infrastruktur yang akan dikembangkan berupa mini receiving terminal.
Sementara untuk daerah pedalaman, pemerintah akan membangun infrastruktur gas, sedangkan pihak swasta bertindak sebagai pengelola. Nah, idealnya, menurut Wiratmadja, kehadiran agregator gas dari kalangan swasta bertujuan menata harga gas, sehingga tercipta persaingan yang sehat di setiap wilayah.
Sebab, agregator gas yang dibentuk oleh swasta maupun BUMN bisa menyesuaikan harga gas berdasarkan pada kondisi daerah yang menjadi area tanggungannya. Agregator gas juga membeli gas dari berbagai sumber.
Baik yang mahal maupun murah. Lantas agregator bakal meramu perbedaan harga gas tersebut. Harapannya harga gas yang sampai ke tangan konsumen lebih tertata dan tidak ada lagi perbedaan harga yang terpaut jauh.
Meski begitu, kewenangan penetapan harga gas tetap berada di tangan pemerintah. Agregator hanya bertugas meramu formula harga dan selanjutnya ditetapkan pemerintah. Berdasarkan formula harga itu, agregator gas bisa memberikan harga yang berbeda untuk konsumen industri, rumah tangga, dan sumber energi listrik. Sudah bersiap Pertamina, mengaku siap berbagi peran dengan swasta dan menjalankan fungsinya.
Vice President Corporate Comunication Pertamina, Wianda Pusponegoro mengklaim pihaknya punya kemampuan di bisnis liquefied natural gas (LNG) sebagai sumber energi.
"Sebagai realisasi mendapatkan gas baik dari domestik maupun internasional (multi source)," katanya kepada KONTAN, Kamis (11/6) Wianda menambahkan, Pertamina memiliki infrastruktur gas lengkap, mulai dari terminal regasifikasi gas sampai pipa gas yang terhubung hingga ke perumahan. Selain itu, perusahaan plat merah ini berambisi menyelesaikan proyek pipa gas Arun-Belawan sepanjang 350 kilometer (km) dalam jangka waktu 18 bulan saja. (Pratama Guitarra)