Industri Tekstil Dihantui Impor Baju Bekas Ilegal
Impor ilegal baju bekas yang kian marak memukul industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional,
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Impor ilegal baju bekas yang kian marak memukul industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional, sehingga berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tersebut.
"Meski (impor pakaian bekas) dilarang tetapi tetap masuk ke Indonesia. Ini memukul industri tekstil kita dan turut menyebabkan pemutusan hubungan kerja, PHK," kata Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin pada diskusi di Jakarta, Senin (23/6/2015) malam.
Selain itu, lanjut dia, produk pakaian ilegal itu juga merugikan konsumen, karena kualitasnya buruk. Bahkan, usia pakai yang pendek membuat produk tersebut tidak lagi terpakai dan menjadi limbah.
Lebih jauh Menperin mengungkapkan impor ilegal barang lainnya juga menjadi salah satu penyebab industri padat karya terus terpuruk. Harga yang murah meski tanpa jaminan kualitas, mampu mendorong konsumen lebih memilih produk-produk tersebut.
"Misalnya barang elektronika ilegal dari luar negeri yang tentu saja tidak memenuhi SNI. Ini juga merusak penguatan industri kita," ujar Menperin melalui keterangan pers.
Dengan landasan hukum larangan pakaian impor yang sudah ada, seperti Menperindag Nomor 642/MPP/Kep/9/2002 tanggal 23 September 2002 dan Undang Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan melarang impor pakaian bekas, maka yang tinggal dilakukan adalah penegakan hukum.
"Masuknya barang ilegal sudah terlalu mencolok untuk disangkal. Bukan lagi dalam kemasan seadanya tetapi menggunakan peti kemas. Artinya, harus ada penegakan hukum," tegas Menperin.
Penyebab lain PHK pada sektor TPT dan alas kaki serta industri tembakau adalah penurunan penyerapan pasar luar negeri dan masuknya barang impor sejenis yang memiliki harga yang lebih kompetetif.
Hantaman berikutnya ialah penurunan daya beli masyarakat seiring dengan perlambatan perekonomian nasional, serta biaya energi yang semakin mencekik, seperti listrik dan gas.
Dalam jangka pendek, ia mengatakanpenyelamatan industri harus dilakukan antara lain dengan mempercepat realisasi fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) dan mempercepat realisasi program restrukturasi permesinan industri tekstil dan alas kaki. Sementara secara jangka panjang, dilakukan melalui pemberian stimulus fiskal dan pemberian kredit.
Pada kesempatan yang sama, Komisi VI DPR Aria Bima menegaskan perlunya terobosan radikal yang harus dilakukan pemerintah.