Pengusaha Tekstil Keluhkan Kinerja Menteri Perindustrian
Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat, mengatakan Menteri Perindustrian Saleh Husin tidak bekerja maksimal
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat, mengatakan Menteri Perindustrian Saleh Husin tidak bekerja maksimal untuk mendorong daya saing industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri.
Salah satu yang menjadi perhatian asosiasi, yaitu mahalnya listrik industri jika dibandingkan dengan sejumlah negara lain yang juga produsen tekstil.
Menurut Ade, Menteri Perindustrian tak punya kekuatan untuk melakukan logi-lobi DPR dalam mempermudah perizinan termasuk izin soal pemakaian listrik. Akhirnya, daya saing pertekstilan di dalam negeri kalah dengan Vietnam dan Korea Selatan.
"Menteri Perindustrian harusnya mendorong Komisi VI supaya listrik untuk industri bisa diturunkan sehingga tekstil kita bisa bersaing dengan Vietnam dan Korea Selatan," ungkap Ade, Selasa (28/7/2015).
Ade mengatakan, perbedaan kualitas dan kuantitas sektor pertekstilan di Indonesia dengan di Vietnam dan Korea Selatan mencapai 40 persen. Padahal yang perlu dilakukan menurut Ade, memberikan diskon dan kompensasi penggunaan listrik di sektor industri.
Ade menceritakan di negara lain sudah diterapkan diskon 50 persen penggunaan listrik sektor industri jika melakukan kegiatan dari pukul 19.00 hingga pukul 05.00. Sedangkan di Indonesia hal itu belum bisa dilakukan, karena Menteri Perindustrian tidak berusaha apapun.
"Di negara lain mengelola energi lebih efisien, katanya di Indonesia lumbung energi kok kita kalah daya saing," papar Ade.
Selain itu, pelambatan ekonomi dan berbagai kebijakan pemerintah, diakui Ade memberikan tekanan terhadap industri TPT. Hingga semester pertama tahun ini sudah lebih dari 50.000 orang yang dirumahkan.
Padahal, kata Ade, industri TPT sebagai industri pionir memberikan kesempatan kerja yang dapat menyerap tenaga kerja di Indonesia. Meski tidak memberikan pendapatan yang terlampau tinggi seperti industri lain, namun setidaknya kata dia, masyarakat bisa memiliki pendapatan.
“Tapi, harga listrik seperak pun kalau tidak punya uang tidak akan terbeli, karena kita tidak memiliki pekerjaan,” kata Ade.
Tidak Bekerja Maksimal
Di kesempatan yang sama, Menteri Perindustrian Saleh Husin juga dinilai belum maksimal dalam memangkas birokrasi. Pasalnya masih banyak perizinan yang sulit didapatkan oleh pengusaha tekstil.
"Peran Menteri Perindustrian seharusnya memudahkan regulasi, salah satunya izin untuk importir produsen," ujar Ade.
Ade memaparkan, selain izin importir produsen, Menteri Perindustrian juga mempersulit para pelaku industri mendapatkan sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI). Dengan demikian, banyak produk yang sudah jadi tapi tersimpan di dalam gudang, akibat tak memiliki sertifikat SNI.
Ade menambahkan Kementerian Perindustrian sudah membantu memberikan subsidi berupa teknologi dan mesin untuk para pengusaha tekstil. Namun dilihat dari sisi regulasi dan perizinan, Ade mengaku terbebani. "Dibantu pemberian mesin tapi dibebani birokrasi perizinan," kata Ade.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.