ICW: Kenaikan Harga Elpiji 12 Kg Tak Wajar
Diindikasikan merugikan masyarakat rerata sebesar Rp 1.630 per Kg atau Rp 19.565 per tabung.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas menduga ada kejanggalan dibalik mahalnya harga penjualan LPG (baca, elpiji) 12 Kg yang dilakukan PT Pertamina selama periode Januari - Agustus 2015.
Berdasarkan kajian dan perhitungan yang dilakukan ICW, Firdaus melihat, ternyata dalam penetapan harga jual LPG 12 kg pada tahun 2015 yang dilakukan Pertamina melampuai kewajaran harga pasar (keekonomian).
Sehingga diindikasikan merugikan masyarakat rerata sebesar Rp 1.630 per Kg atau Rp 19.565 per tabung.
"Atau secara keseluruhan dengan perkiraaan konsumsi LPG 12 kg sebanyak 75.000 MT perbulan nilai pemahalan (kerugian) yang dialami konsumen sebesar Rp 978,2 miliar," ungkap Firdaus kepada Tribunnews.com, Kamis (20/8/20150.
Dengan melihat kondisi tersebut, ICW meminta agar PT Pertamina segera menurukan harga jual LPG 12 kg dan menyesuaikan dengan harga keekonomian yang wajar.
"Dimana untuk bulan agustus 2015 harga jual LPG 12 Kg yang wajar adalah Rp 112.000 pertabung," jelasnya.
Selain itu, ICW meminta pemerintah baik itu Kementerian ESDM, dan BUMN merumuskan kebijakan yang transparan dan akuntabel terkait formula dan mekanisme penetapan harga LPG 12 Kg, sehingga prinsip penyehatan badan usaha tidak merugikan kepentingan masyarakat luas.
ICW pun mendorong DPR, khususnya Komisi VII mengoptimalkan fungsi pengawasan terkait kebijakan energi yang dijalankan pemerintah serta meminta pertanggung jawaban PT Pertamina terkait kebijakan dan penaikan harga LPG 12 Kg.
Bahkan, ICW meminta BPK melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (Audit PDTT) terkait kebijakan Pertamina dalam pengelolaan LPG 12 kg.
"Kita, ICW mendorong KPK untuk melakukan pengawasan yang lebih intensif lagi pada sektor migas terlebih masih rendahnya transparansi dan akuntabilitas pengelolaannya," pungkas Koordinator Riset ICW ini.