Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pengusaha Tekstil Tolak Perpanjangan BMAD Impor Polyester

API menolak kebijakan Komite Anti Dumping Indonesia yang memperpanjang rekomendasi sunset review atas impor Polyester Staple Fiber

Penulis: Sanusi
zoom-in Pengusaha Tekstil Tolak Perpanjangan BMAD Impor Polyester
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Ilustrasi: Proses produksi poliester di PT Asia Pacific Fibers di Karawang, Jawa Barat 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menolak kebijakan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) yang memperpanjang rekomendasi sunset review atas impor Polyester Staple Fiber (PSF) yang dikeluarkannya pada 24 Juli yang lalu.

Rekomendasi tersebut diantaranya sunset review atas impor PSF dari India, Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan Taiwan serta interim review atas impor PSF dari RRT.

Pengusaha tekstil tersebut keberatan dengan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BAMD) PSF, karena menambah kerugian industri benang atau spinners dan hilir tekstil dalam negeri secara keseluruhan.

"Tindakan KADI tersebut hanya memberikan implikasi ketidakpastian usaha dalam negeri termasuk kepastian investasi dan bahkan menimbulkan retaliasi dari negara-negara tujuan ekspor Indonesia dengan melakukan hal yang sama terhadap produsen Indonesia yang tidak terbukti dumping,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen), Ernovian G Ismy, Senin (24/8/2015).

Ernovian menilai, langkah KADI memperpanjang aturan tersebut bertentangan dengan beberapa pertauran seperti Peratuan Pemerintah (PP) No.34 tahun 2011,Permendag No.76/M-DAG/PER/12/2012, WTO Anti-Dumping Agreement dan Praktik Investigasi KADI.

Menurut Ernovian, inti dari aturan-aturan itu bahwa penyelidikan penyelidikan anti dumping harus segera diakhiri atau tidak dapat dilakukan terhadap produsen yang tidak terbukti dumping atau de minimes pada penelitian awal.

Dengan demikian, tindakan KADI yang memaksakan untuk interim review dan sunset review terhadap 5 produsen RRT yang tidak terbukti dumping dan bahkan mengenakan dumping margin sampai dengan 17-58 persen sangat tidak berdasar, berlebihan, diskriminatif dan bertentangan dengan persyaratan intenasional.

Berita Rekomendasi

Selama penerapan BMAD lima tahun sejak 2010-2015, lanjut Ernovian, telah memberikan proteksi yang cukup kepada industri dalam negeri serta memulihkan kerugian yang diderita sebelumnya. API mencatat bahwa pemohon melakukan ekspansi kapasitas secara signifikan selama periode pengenaan BMAD.

“Artinya, tak ada kerugian dan hal ini semakin parah apalagi produsen PSF di Indonesia umumnya terintegrasi secara vertikal dengan cabang industri tekstil lainnya, khususnya dengan fasilitas produksi benang. Perpanjangan BMAD hanya mempersulit produsen benang lokal yang tidak memiiliki fasilitas produksi PSF karena sulit bersaing dengan pemohon yang terintegrasi secara vertikal,” ujar Ernovian.

Ernovian meminta agar KADI tidak hanya mempertimbangkan kepentingan pemohon yang dalam hal ini Indorama dan Asia Pasific Fiber dan produsen PSF dalam negeri lainnya Tifico tetapi juga berpikir dari sisi API-nya. Jangan semata-mata hanya memberikan proteksi yang berlebihan tetapi di sisi lain mematikan industri hilir.

Ernovian mengatakan, perlu dipikirkan bahwa jumlah industri hilir yang terkena imbas negatif dari langkah tersebut jauh lebih banyak dibandingkan dengan pemohon.

"Kebijakan ini berpotensi menghilangkan pasar ekstor produk benang kita 30-40 persen dan jika dipertahankan akan terus meningkat. Sehingga, KADI tidak perlu memasukan kelima produsen PSF RRT yang tidak terbukti dumping pada penyelidikan awal serta tidak melanjutkan pengenaan BMAD atas impor PSF,” tuturnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas