Kemenperin Minta Kenaikan Cukai Rokok 23 Persen Dievaluasi
Kementerian Perindustrian dipastikan menolak kenaikan cukai rokok sebesar 23 persen untuk 2016.
Penulis: Sanusi
Menurut Misbakhun, industri rokok nasional harus dijaga karena menyangkut tenaga kerja. Jika kenaikan cukai rokok tetap dipaksakan, maka pilihan yang paling rasional adalah PHK.
"Kalau sudah PHK, pabrik akan mengurangi produksi, dan mau tidak mau penerimaan cukai juga turun."
Misbakhun juga menuturkan, target penerimaan cukai harus lebih realistis. Sebenarnya apa yang sudah dicapai pada 2015, itu ada ijonnya.
"Karena 14 bulan. Bagaimana mungkin ini dijadikan dasar basis asumsi untuk mencari target penerimaan cukai hasil tembakau di 2016."
Hal itu bisa menjadi alasan yang rasional, di mana situasi ekonomi seperti ini, pemerintah memberikan sebuah relaksasi terhadap urusan cukai dan perpajakan.
"Yang dituntut dari Komisi XI adalah penerimaan naik berdasarkan realisasi penerimaan 2015. Kami berharap basis penerimaan 2016 itu jangan sampai melebihi 5-7 persen dari basis penerimaan 2015." Menurut catatan, ini berarti target penerimaan cukai tembakau seharusnya menjadi sekitar 129 trilyun pada tahun 2016.
Dalam kesempatan yang sama, Sekjen Gabungan Produsen Rokok Indonesia (Gappri), Hasan Aoni mengatakan bahwa pemerintah harus membuka ruang diskusi dengan pelaku usaha dalam menetapkan kenaikan cukai 2016 sesuai amanat Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
Menurutnya, sesuai amanat undang-undang penentuan besaran target cukai pada Rancangan APBN harus memperhatikan kondisi industri dan aspirasi pelaku usaha industri.
“Kemudian baru disampaikan kepada DPR untuk mendapat persetujuan. Kami setuju adanya penaikan target cukai rokok, tetapi harus realistis. Selain itu kebijakan penaikan jangan sampai menyalahi undang-undang,” ujarnya.
Selain itu, pemerintah juga harus untuk menambah objek cukai yang baru. Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dan minuman beralhokol (Minol) itu bisa dijadikan objek cukai. "Salah satu yang saya usulkan adalah minuman berpemanis (alasannya diabetes), ban (recycle), dan bahan bakar (lingkungan)."
Saat ini, Misbakhun juga masih mengupayakan bagaimana industri kretek tangan bisa mendapatkan insentif pemerintah, dengan melihat sisi pandang bahwa ini produk warisan budaya yang harus dijaga kelangsungannya.