Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

'Impor Beras, Perlu Atau Tidak?'

Perdebatan apakah perlu atau tidak perlu untuk mengimpor beras tentunya menjadi isu yang perlu disikapi secara bersama.

Editor: Rendy Sadikin
zoom-in 'Impor Beras, Perlu Atau Tidak?'
Kompas.com
Ilustrasi beras 

Oleh Reinhard Parapat, Ketua Umum Kebangkitan Indonesia Baru

MASALAH ketahanan pangan khususnya stok beras nasional adalah isu langganan yang saban tahun selalu muncul dari rezim ke rezim.

Alhasil, perdebatan apakah perlu atau tidak perlu untuk mengimpor beras tentunya menjadi isu yang perlu disikapi secara bersama.

Nah, berikut beberapa alasan mengapa selalu muncul isu impor beras:

1. Kebijakan hati hati Presiden Joko Widodo untuk menolak impor beras merupakan langkah jitu pemerintahan untuk melindungi petani dan juga melawan kartel pengusaha impor yang dari tahun ke tahun selalu diuntungkan sebagai 'penguasa' yang sangat mempengaruhi dan dapat menekan kebijakan pemerintah atas lemahnya kekuatan cadangan logistik pangan nasional yang dikomandoi Perum Bulog.

2. Saat ini menurut siaran pers Presiden, Perum Bulog memiliki cadangan beras nasional sebesar 1,7 juta ton di samping masih ada produksi panen sebanyak 200-300 ribu ton (November-Desember 2015) untuk memenuhi pangan nasional sampai bulan desember 2015.

Dengan kekhawatiran adanya efek El Nino pada 2016, produksi beras dalam negeri diprediksi akan berkurang dan dipastikan mempengaruhi cadangan beras secara nasional.

Berita Rekomendasi

Buntutnya, ada permintaan Perum Bulog ke Pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan impor beras.

3. Sebagai perbandingan tahun 2010-2014 produksi beras surplus, kita lihat Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2010, produksi beras nasional mencapai 37.222.861 Ton. Sedangkan total kebutuhan beras nasional sebesar 33.005.968 ton.

Pada 2010, produksi beras nasional surplus 4.116.893 Ton, pada tahun 2011 produksi beras nasional kembali surplus 3.914.286 ton, kemudian tahun 2012 surplus 5.096.458 ton, tahun 2013 surplus 7.107.145 ton dan sampai mencapai 10.033.158 ton di tahun 2014.

4. Namun, dari tahun 2010 sampai 2014, pemerintah masih saja impor beras. Padahal kebutuhan pasokan beras saat itu dapat dikatakan surplus besar, lalu masalahnya dimana?

5. Simpang siurnya ketidakpastian data yang jelas antara instansi pemerintah (BPS, departemen perdagangan, departemen pertanian dan Badan Urusan Logistik (Bulog)) membuat Presiden Jokowi selalu memberikan arahan 'pengulangan' ke jajaran di bawahnya bukan hanya dalam merespon gejolak harga beras, tapi belum ada 'jurus ampuh' perubahan target pemenuhan ketahanan pangan nasional di tingkat kementerian dan juga Bulog tersebut.

6. Dengan tidak mengeluarkan kebijakan impor beras, terlihat betapa pedulinya Presiden Joko Widodo kepada kaum Petani Indonesia.
Dengan begitu, perlu ditindak lanjuti secara sungguh-sungguh oleh kementerian terkait agar segera dicarikan jalan keluar atas kebijakan tidak mengimpor beras.

Tentunya, hal tersebut mesti memberikan keuntungaan kepada para petani dan pastinya tidak keluar devisa negara.

7. Kedepannya harus ada dialog dan kerja sama mencari jalan keluar antarlintas instansi kementerian bersama Perum Bulog.

Sehingga, tidak lagi menjadi ajang saling lempar tanggung jawab masalah ketika isu cadangan ketahanan pangan nasional tidak dapat mencukupi rasio kebutuhan pangan nasional.

8. Di samping itu, jalan keluar lainnya adalah mempercepat proses pengerjaan infrastruktur yang terukur di bidang jalan, irigasi dan bendungan yang sedang dikerjakan departemen Pekerjaan Umum (PU) untuk mendukung program produksi beras nasional dan juga produksi pertanian lainnya agar dilakukan dengan skala prioritas.

Sebut saja, memperbaiki, meningkatkan dan mengefektifkan infrastruktur yang sudah ada sebelumnya, tentunya bekerjasama dengan Departemen Pertanian, Perdagangan, Perhubungan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Perum Bulog serta melibatkan kelompok Tani serta Kalanganan dari Univesitas.

9. Terakhir, Pemerintah Joko Widodo tidak boleh kalah untuk terus menerus melawan para kartel penimbun beras, gula, daging, dan lainnya, dengan tetap melakukan operasi pasar secara masif, sehingga stok hasil produksi dan juga harga bisa dikendalikan.

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas