Pertamina Kurangi Impor BBM Premium Berkat RFCC dan TPPI
PT Pertamina (Persero) secara bertahap akan mulai menurunkan impor Premium pada November 2015
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Pertamina (Persero) secara bertahap akan mulai menurunkan impor Premium pada November 2015 menyusul akan segera beroperasinya unit Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC) Cilacap dan Kilang Trans Pacific Petroleum Indonesia (TPPI) di Tuban.
Dari kedua unit tersebut Pertamina berpotensi mendapatkan tambahan produksi Premium hingga 91.000 barel per hari, masing-masing 30.000 barel per hari dari RFCC Cilacap dan 61.000 barel per hari dari Kilang TPPI Tuban.
Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro mengatakan konsumsi Premium nasional berada di kisaran 29,5 juta KL di mana sekitar 17,1 juta KL per tahun atau 9 juta barel per bulan diperoleh dari impor.
Untuk itu, Pertamina terus melakukan langkah-langkah terobosan guna mengurangi impor Premium, di antaranya yang dapat terealisasi dalam waktu dekat adalah RFCC Cilacap dan Kilang TPPI Tuban.
Wianda mengungkapkan RFCC Cilacap sudah memasuki tahapan akhir commissioning. RFCC Cilacap, katanya, siap beroperasi komersial paling lambat pada pekan kedua Oktober 2015.
"Dengan beroperasinya RFCC Cilacap tersebut impor Premium akan berkurang sekitar 30.000 barel per hari atau 10,95 juta barel per tahun yang setara dengan 10 persen impor,” ujar Wianda, Rabu (30/9/2015).
Untuk Kilang TPPI Tuban, lanjut Wianda, Pertamina sesuai dengan arahan pemerintah akan memulai start up Kilang TPPI pada akhir September ini.
Selanjutnya, perusahaan menargetkan pengoperasian secara komersial dapat dilakukan dalam rentang waktu segera setelah RFCC Cilacap beroperasi dengan kapasitas produksi Premium pada tahap awal sekitar 20.000 barel per hari.
Kilang TPPI Tuban dalam kapasitas optimalnya dapat menghasilkan Premium sekitar 61.000 barel per hari atau sekitar 22,27 juta barel per tahun. Jumlah tersebut setara dengan sekitar 20 persen impor Premium selama ini.
"Dengan asumsi harga indeks pasar gasoline sekitar 60 dollar AS per barel, artinya nilai pengurangan impornya mencapai 1,99 miliar dollar AS dalam setahun,” ungkap Wianda.
Sementara itu, Pertamina juga telah berkomitmen untuk menyerap Bahan Bakar Nabati berupa FAME hingga akhir tahun mencapai sekitar 1 juta KL.
Bahkan, tahun depan Pertamina menargetkan untuk bisa menyerap FAME hingga 5,14 juta KL, di mana persentase mandatory akan meningkat menjadi 20 persen sampai 30 persen, dari saat ini 15 persen sampai 25 persen.
"Komitmen kuat Pertamina untuk implementasi kebijakan ini sangat penting untuk menahan derasnya aliran devisa ke luar negeri, khususnya dari impor Solar," kata Wianda.