Buruh Ancam Mogok Nasional Jika Pemerintah Langgar Putusan MK Soal Pengupahan: Setop Produksi
KSPI berharap dapat menemui Presiden Prabowo Subianto untuk membahas soal keputusan Mahkamah Konstitusi soal Undang-Undang Cipta Kerja.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menegaskan akan mengajak para buruh untuk mogok nasional terutama jika pemerintah melanggar konstitusi dengan tidak mengikui putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Presiden KSPI Said Iqbal menyampaikan, putusan MK soal Undang-Undang Cipta Kerja satu di antaranya tentang pengupahan.
Penetapan upah seharusnya tidak lagi mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan.
Baca juga: Said Iqbal Optimis Upah Buruh Tahun Depan Naik 10 Persen, Ini Hitungannya
Said memberi batas waktu ke pemerintah hingga 21 November 2024 agar mengikuti putusan MK.
"Jika itu dilanggar, kami akan melakukan mogok nasional dengan stop produksi," ujar Said di Jakarta Pusat, Sabtu (2/11/2024).
Sebelum melakukan mogok nasional, kata Said, serikat buruh ingin menemui Menteri Ketenagakerjaan Yassierli. Terutama untuk berdialog soal penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025. Serikat buruh mendorong agar pemerintah menaikan upah sekira 8-10 persen.
"Sebelum 21 November kita berdialog dulu. Saya akan coba meminta waktu bertemu Menteri Tenaga Kerja," kata Said.
Selain itu, KSPI berharap dapat menemui Presiden Prabowo Subianto untuk membahas soal keputusan Mahkamah Konstitusi soal Undang-Undang Cipta Kerja.
"Kami berharap bisa menghadap Bapak Presiden Prabowo untuk menjelaskan posisi Serikat Buruh, Partai Buruh, dan elemen-elemen lainnya," terang Said.
Soal penetapan UMP yang tercantum pada Pasal 81 angka 28. Poin itu, mengubah soal indeks tertentu alias nilai alfa. Pasal tersebut terdapat penambahan frasa dengan memperhatikan prinsip proporsionalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) bagi pekerja atau buruh.
"Maka Peraturan Pemerintah No. 51 batal demi hukum," tuturnya.