Masyarakat Bisa Beri Masukan Investasi Negatif ke BKPM
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memulai proses pembahasan Daftar Negatif Investasi (DNI).
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memulai proses pembahasan Daftar Negatif Investasi (DNI).
Langkah ini dilakukan untuk merespons dinamika dunia usaha serta persaingan menarik minat investasi dari negara-negara sumber investasi.
Masyarakat dan pelaku dunia usaha dapat berperan aktif dalam pembahasan proses ini dengan menyampaikan masukannya ke BKPM paling lambat per 31 Oktober 2015.
Kepala BKPM Franky Sibarani menyampaikan bahwa sektor bisnis berkembang pesat melalui kreatifitas pelaku usaha.
“Banyak sektor bisnis baru yang bermunculan bahkan tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Oleh karena itu, BKPM melaksanakaan fungsi “K” yaitu koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan lainnya,” ujar Franky, Jumat (16/10/2015).
Franky mencontohkan beberapa sektor usaha yang rencananya akan diatur seperti bisnis pemakaman, kemudian senior living (fasilitas akomodasi untuk warga lansia yang menghabiskan pensiunnya).
Pemakaman ini merupakan sektor baru yang tidak pernah diatur oleh DNI sebagai sektor yang tertutup termasuk untuk asing, sehingga dengan pendekatan DNI hal ini dapat dikategorikan terbuka untuk investor asing.
“Saat ini, kami sedang dalam tahap membahas, artinya BKPM tidak dapat memberikan keputusan yang mana boleh dan yang mana tidak boleh. Namun melakukan koordinasi untuk beberapa sektor yang memang membutuhkan pengaturan,” paparnya.
Selain pemakaman, salah satu bidang usaha yang juga menunjukkan dinamisnya perkembangan dunia usaha adalah senior living Dalam bidang usaha ini, BKPM mencatat terdapat investor dari Jepang yang telah berminat menanamkan modal sebesar 40 juta dollar AS dan dari Australia dengan minat investasi mencapai 26 juta dollar AS.
“Persoalannya warga senior ini biasanya masuk ke Indonesia menggunakan visa turis yang lama maksimalnya 3 bulan. Padahal warga senior ini tinggal di Indonesia paling tidak 6 bulan, sehingga bulan keempat mereka harus keluar dulu untuk mengurus visanya,” kata Franky.
Problem lainnya adalah kategorisasi dari senior living ini yang belum jelas. Dalam KBLI, perawatan warga lansia ini dimasukkan dalam panti wreda/panti jompo yang pembinanya adalah Kementerian Sosial sehingga non profit. “Padahal untuk investasi senior living jelas mereka mengharapkan profit dari modal yang telah ditanamkan,” ungkapnya.
Sektor-sektor lainnya yang juga masih di ranah abu-abu adalah terkait maraknya bisnis online dengan berbagai layanan seperti Go-Jek dan Uber yang tidak mau diklasifikasikn sebagai usaha transportasi karena mereka tidak secara langsung memiliki armada. Isu lainnya yang menjadi perhatian adalah bidang usaha yang diatur oleh lebih dari satu Kementerian/Lembaga sehingga cukup membingungkan implementasinya.