Anggota DPR Dorong Pemerintah Segera Revisi PP 77 dan UU Pertambangan
Revisi PP itu akan dapat memberikan kepastian hukum dan operasi bisnis bagi seluruh perusahaan tambang di Indonesia.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah diminta segera melakukan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Yang mana dalam PP tersebut, menyatakan perpanjangan izin operasi tambang baru bisa dilakukan dua tahun menjelang kontrak habis.
"Di luar itu tak memenuhi kaidah investasi, waktu dua tahun terlalu singkat. Terlepas nanti diberikan atau tidak, sebaiknya izin operasi tambang itu idealnya 10 tahun menjelang kontrak habis," tegas anggota Komisi VII DPR Nasyirul Falah Amru, kepada Tribun, Kamis (11/2/2016).
Falah jelaskan, revisi PP itu akan dapat memberikan kepastian hukum dan operasi bisnis bagi seluruh perusahaan tambang di Indonesia.
"Jadi sebelum bicara smelter Freeport dan ekspor konsentrat alangkah baiknya dilakukan revisi PP 77 Tahun 2014 dan revisi UU Minerba," kata dia.
Apalagi, revisi UU Minerba ini masuk prolegnas 2016," jelas Politisi PDIP itu.
Lebih lanjut Politikus PDIP itu katakan, adapun tujuan utama revisi PP 77 tahun 2014 dan revisi UU Minerba tidak lain adalah untuk kepentingan bangsa dan negara.
Selain menjamin kepastian hukum investasi sektor pertambangan nasional, penguatan peran dan hak negara harus menjadi perioritas.
Menurutnya, pendapatan negara dari sektor pertambangan yang saat ini masih kecil ke depannya bisa lebih besar, dengan revisi itu.
"Revisi UU Minerba sekarang masuk Prolegnas 2016 itu inisiattif DPR untuk memperkuat peran pemerintah sebagai kepanjangtanganan negara yang mengelola sumber daya alam berserta isinya dan memberikan kepastian hukum bagi investasi," jelasnya.
Menurut Ketua Bamusi PDIP itu, DPR serius dan siap membahas revisi UU Minerba ini dengan harapan selesai pada pertengahan tahun ini dan menjadi undang-undang.
Kata dia, UU di bidang energi dan pertambangan ini mempunyai arti yang sangat penting. Apalagi mengingat kebutuhan hukum di bidang energi dan pertambangan sangat mendesak dan mempengaruhi hajat hidup orang banyak.
Sebab, kata Falah, selama ini banyak kegiatan di bidang energi dan pertambangan terhambat karena kelemahan atau tidak adanya dasar hukum yang tepat.
"Akibatnya tidak ada kepastian hukum dalam kegiatan bidang energi dan pertambangan. Sampai sekarang smelter mau dibangun di Gresik, ijin reklamasi belum disediakan, lahan belum ada. Mau dibangun di Papua atau Gresik, lebih baik revisi ini segera diselesaikan," tandasnya.