Rizal Ramli: Pembangunan Kilang Mini Pangkas Ongkos Biaya Produksi 50 Persen
Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya (Menko Maritim) Rizal Ramli, mendukung rencana pembangunan kilang mini.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Gusti Sawabi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya (Menko Maritim) Rizal Ramli, mendukung rencana pembangunan kilang mini.
Menurutnya, pembangunan kilang mini dapat memangkas ongkos biaya produksi sebesar 50 persen. Dengan demikian, akan lebih efisien karena tidak melewati jalur distribusi yang cukup panjang mengingat posisi kilang minyak yang berdekatan dengan mulut sumur.
"Pemerintah mendorong adanya kilang mini di Indonesia karena ini akan menekan harga hingga 50 persen, dengan rincian hemat biaya tanker 20 persen, margin keuntungan 10 persen, pajak 10 persen dan asuransi 10 persen," kata Rizal Ramli, Jumat (19/2/2019) kemarin.
Kilang jenis ini cukup dengan biaya pembangunan sebesar US$50 juta sampai US$150 juta untuk kapasitas 6.000 sampai dengan 18.000barel per hari. Dengan membangun 10 kilang mini misalnya, bisa mendapatkan kapasitas hampir 100.000 sampai 200.000 barrel per hari dengan biaya investasi yang jauh lebih rendah, jika dihitung secara proporsional per barrelnya.
Kilang mini akan lebih efisien bila dibangun di mulut sumur minyak bila dibandingkan jika minyak mentah diangkut dan diolah di kilang di tempat lain, apalagi jika produk akhir BBM didistribusikan untuk daerah sekitar.
Dengan demikian, kilang mini akan mendatangkan lebih banyak benefit termasuk memperkuat ketahanan energy daerah.
Sementara itu, pengamat mini refinery plant (MRP), Muhammad E. Irmansyah menyatakan, saat ini penting bagi pemerintah segera membuat payung hukum pembangunan kilang mini, termasuk menentukan formula harga mulut sumur.
"Harga minyak mentah di mulut sumur menjadi kunci dari keberhasilan MRP yang mendekati mulut sumur," kata Irmansyah.
Payung hukum ini, diharapkan mampu memberi rasa aman bagi investor menanamkan modalnya di Indonesia. Mengingat sampai saat ini belum ada regulasi yang mengatur bisnis kilang berkapasitas kecil.
Irmansyah menambahkan, pengembangan kilang mini akan memberikan dampak positif bagi daerah. Dia merujuk pada penelitian Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Gadjah Mada soal keberadaan kilang mini milik PT Tri Wahana Universal (TWU) di Bojonegoro, Jawa Timur.
Hasil penelitian UGM yang dilakukan Maret 2015, pada tahun 2014 multiplier effect pengoperasian kilang minyak TWU mampu memberikan nilai tambah ekonomi sebesar Rp 1,3 triliun di tingkat Kabupaten Bojonegoro, Rp 2,6 triliun di tingkat Provinsi Jawa Timur, dan Rp 9,8 triliun secara nasional.
Bila dihitung terhadap penduduk per kapita, maka multiplier effect nilai tambah pengoperasian kilang mini TWU sekitar Rp 896 ribu per kapita di level kabupaten Bojonegoro, Rp 139 ribu di level provinsi Jawa Timur, dan Rp 40 ribu di tingkat nasional.
"Penelitian tersebut menunjukan bahwa hasilnya adalah sangat positif bagi masyarakat dan pemerintah daerah sekitarnya," kata Irmansyah.
Sayangnya, sejak 15 Januari 2016 kilang mini TWU di Bojonegoro tidak berproduksi, lantaran belum mendapatkan alokasi dan formula harga minyak dari pemerintah setelah berpindahnya lokasi titik serah dari EPF (Early Production Facility) ke CPF (Central Processing Facility) di lapangan Banyu Urip.
Idealnya, kata pengamat energi Fahmi Radhi menyatakan, melalui konsep kilang mini alokasi crude diperhitungkan dengan harga di mulut sumur. Bila itu dilakukan, akan menciptakan efisiensi dalam hal memangkas biaya transportasi (seperti pada konsepmine-mouth power plant).
Terlebih, pembangunan kilang mini pada lokasi-lokasi sumur minyak yang tersebar di berbagai daerah dapat menciptakan nilai tambah ekonomi untuk masyarakat sekitar.