Pungutan Tapera di Indonesia Diklaim Lebih Kecil Jika Dibanding Negara Lain
"Kalau dibandingkan negara lain kita paling kecil kok."
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menolak adanya Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Pasalnya pungutan diambil dari gaji pegawai dan pemberi kerja.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengklaim bahwa pungutan Tapera sangat kecil dibandingkan negara lain. Jika iuran Tapera hanya 3 persen, Singapura mencapai 35 persen.
"Kalau dibandingkan negara lain kita paling kecil kok," ujar Dirjen Pembiayaan Perumahan Rakyat Kementerian PUPR Maurin Sitorus di Jakarta, Kamis (3/3/2016).
Maurin memaparkan sudah melakukan studi ke beberapa negara di luar ASEAN. Hasilnya bahwa skema Tapera memang dibutuhkan para pegawai khususnya Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
"Kita sudah membandingkan dengan beberapa negara. Memang skema Tapera sangat dibutuhkan masyarakat," kata Maurin.
Sampai saat ini belum ditentukan besaran iuran Tapera. Pasalnya pihak pengusaha masih keberatan jika pegawainya dibebankan pungutan 2,5 persen dan pemberi kerja 0,5 persen.
Maurin memaparkan pihak pemerintah akan terus berdialog dengan para pengusaha untuk mencari jalan tengah yang paling baik. Jika berhasil besaran iuran Tapera di Indonesia kan nanti ditentukan dengan Peraturan Pemerintah (PP).
"Ini akan dibicarakan lagi dari semua stakeholder, juga Apindo dan Asoiasi pekerja, yang dalam draft awal 3 persen, ini bisa berubah," jelas Maurin.