Panja Gula DPR Diharapkan Bisa Selesaikan Masalah Serbuan Impor Gula
Gara-gara gula rafinasi bocor ke pasar tradisional maka swasembada pangan, khususnya gula akan sulit terwujud.
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS, COM. JAKARTA - Sebagaimana dijelaskan dalam lampiran Permentan 131/OT.140/12/2014, Bab 1; Latar Belakang; bahwa dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional, Pemerintah menetapkan target produksi pangan strategis nasional yang meliputi 7 (tujuh) komoditas pangan utama, yaitu: padi, jagung, kedelai, tebu/gula pasir, daging sapi, aneka cabai, dan bawang merah.
Gara-gara gula rafinasi bocor ke pasar tradisional maka swasembada pangan, khususnya gula akan sulit terwujud.
Komisi IV DPR beberapa waktu lalu sempat memanggil pejabat terkait. Panitia Kerja (Panja) gula diminta mengambil sikap tegas kepada pejabat yang diduga terlibat.
"Tata niaga gula harus diawasi secara ketat, karena komoditas ini termasuk salah satu dari tujuh komoditas pangan utama yang memiliki peran strategis dalam membangun perekonomian rakyat dan menegakkan kedaulatan pangan," kata Abdul Wahid, Wakil Ketua Panja Gula Komisi VI DPR RI.
Hingga kini sudah banyak laporan mengenai banyaknya rembesan gula rafinasi impor ke pasar tradisional. Laporan tersebut berasal dari para kelompok petani. Gula rafinasi mudah saja didapatkan di kios-kios, padahal gula ini seharusnya menjadi jatah industri dan tidak boleh dijual bebas.
“Inilah lemahnya pengawasan kita terhadap maraknya gula rafinasi sehingga dengan mudahnya gula yang seharusnya untuk kebutuhan industri itu masuk ke pasar tradisional. Petani yang menanam tebu untuk memproduksi gula Kristal putih tentu terpukul,” kata Sahat M. Pasaribu, Agricultural Economist dari Institut Pertanian Bogor.
Kartel gula tersebut bersembunyi di balik jatah impor besar yang mereka miliki. Lantaran kelebihan kuota impor tak sebanding kebutuhan industri makanan dan minuman di Indonesia, maka mereka berdalih ada kelebihan. Selanjutnya kartel ini menjualnya ke pasar tradisional.
Rembesan gula rafinasi juga ditemukan di Banjarnegara, Gunung Kidul hingga Depok, Jawa Barat. Harganya juga sangat murah bila dibandingkan gula pasir tebu.
Selisihnya bisa mencapai dua ribu hingga tiga rupiah dari gula Kristal putih. Anehnya tidak ada instansi yang berwenang untuk mengawasi perembesan gula rafinasi ini di pasar-pasar.
Panja gula yang sudah dibentuk untuk membenahi carut marut masalah gula selama ini, seperti kurang bertaji.
Kartel gula tersebut telah memukul industri gula kristal putih yang ada di Indonesia. Akibat membanjirnya gula rafinasi yang lebih murah harganya, maka harga gula kristal putih dari pabrik-pabrik gula nasional, harganya jatuh. Petani tebu menilai menanam tebu sudah tidak menarik lagi karena harganya jatuh dan tidak ekonomis lagi.
“Pemerintah harus bisa bertindak secara tegas, melakukan penegakan hukum pemberantasan mafia impor pangan ini jika tidak ingin negara kita jatuh ke dalam jebakan pangan (food trap) yang antara lain disebabkan oleh pilihan kebijakan yang semata-mata bermuara pada penyediaan pangan yang bertumpu pada impor,” begitu salah satu pernyataan dari Prof Dr. Rina Oktaviani, dalam Laporan Akhir Pengkajian Hukum Tentang Penegakan Hukum Pemberantasan Mafia Impor Pangan.
Anggota DPR lainnya, juga mengecam adanya kasus bocornya gula rafinasi. Dia menyatakan, proses impor gula memang rawan diselewengkan.
“Seharusnya impor gula rafinasi ini diawasi lebih ketat lagi. Jangan diberi kelonggaran karena terbukti hanya menyusahkan masyarakat terutama petani tebu,” kata Abdul Wahid.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil berharap, panja gula DPR bisa menyelesaikan masalah serbuan impor gula dan rembesan gula rafinasi ke pasaran. Panja diharapkan bisa memaksa kementerian terkait untuk menyelesaikan masalah gula rafinasi.
Audit impor gula rafinasi dan kebutuhan di dalam negeri harus benar-benar dibuka untuk publik sehingga, semua yang berkepentingan bisa mengakses informasi tentang kebutuhan gula rafinasi dan peredarannya. Hal ini penting untuk menghindari adanya kartel gula rafinasi yang bermain serta merugikan petani tebu.