Anggota DPR Merasa Malu Adanya Insiden Tabrakan Pesawat di Bandara Halim
Anggota Komisi V DPR RI, Rendy Lamajido mencecar Menteri Perhubungan Ignasius Jonan terkait terjadinya tabrakan antara pesawat Batik Air dan Transnusa
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Gusti Sawabi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi V DPR RI, Rendy Lamajido mencecar Menteri Perhubungan Ignasius Jonan terkait terjadinya tabrakan antara pesawat Batik Air dan Transnusa di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta.
Politikus PDI Perjuangan itu menilai, peristiwa tabrakan pesawat di Bandara Halim Perdana Kusuma itu sebagai sebuah insiden bodoh. Menurutnya, peristiwa tabrakan itu memalukan dunia penerbangan Indonesia di mata dunia penerbangan internasional.
"Peristiwa itu insiden bodoh seperti menempeleng menteri dan seluruh anak bangsa, termasuk saya sebagai anggota Komisi V DPR. Saya merasa malu karena dunia penerbangan internasional menertawakan kita," kata Rendy saat rapat kerja antara Komisi V DPR dengan Menteri Perhubungan Ignatius Jonan, di Gedung DPR, Senin (11/4/2016).
Rendy menuturkan, insiden tersebut terjadi karena kesalahan petugas pengawas di menara. Dirinya menegaskan di semua dunia penerbangan dua hal penting yang harus diperhatikan petugas menara dalam mengatur lalu lintas pesawat adalah frekuensi dan visual.
"Kalau frekuensi terganggu, petugas bisa menggunakan visual. Begitu sebaliknya," tegasnya.
Dua hal itu lanjut Rendy juga mengikat pilot pesawat, artinya, sudah harga mati bagi pilot untuk menguasainya. Dan ketika pesawat mendarat atau pun hendak mengudara, dan runway steril dari berbagai kendaraan yang berlalu lalang.
Rendy menilai, insiden tabrakan itu terjadi karena ada kesalahan pada petugas menara. Pasalnya, di landasan pacu, saat malam hari, mobil penarik pesawat dibiarkan menarik pesawat tanpa lampu. Dan pesawat lain tak melihat mobil penarik dan menambah kecepatan.
"Mobil yang menarik pesawat kondisinya gelap, minimal ada lampu kuning yang kelap kelip. Dan pesawat yang ditarik seharusnya lampunya menyala. Tapi karena kendaraan tak dilengkapi lampu dan tower tak melihat maka terjadi insiden tersebut," tuturnya.
Tak hanya persoalan itu, Rendy juga menyoroti kebijakan Kementerian Perhubungan yang menjadikan Bandara Halim sebagai bandara reguler. Dia merefleksikan kembali kebijakan penguasa Orde Baru yang mempertahankan Bandara Halim sebagai bandara TNI AU dan dibangun Bandara Soekarno Hatta.
Menurut Rendy, Bandara Halim berfungsi dalam membantu mengamankan Indonesia, termasuk bandara untuk mengevaluasi rakyat jika terjadi sesuatu yang tak diinginkan.
"Lantas dasar apa yang dipakai Kemenhub yang kemudian menjadikan Bandara Halim sebagai bandara reguler, selain dijadikan bandara bagi pesawat TNI dan VIP," ujarnya.
Dia berkeyakinan persyaratan untuk menjadikan Bandara Halim sebagai bandara reguler tak terpenuhi. Untuk itu dia meminta Jonan mengembalikan Bandara Halim sebagai bandara TNI AU dan penerbangan reguler dikonsentrasikan di Bandara Soekarno Hatta saja.
"Kembalikan Bandara Halim sebagai bandara bagi perlindungan rakyat," tukasnya.