Dengan Uang Masuk ke Indonesia Maka Ekonomi Akan Tumbuh
Dengan uang masuk ke Indonesia, maka ekonomi akan tumbuh, menyerap tenaga kerja
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi menegaskan jika masalah pengampunan pajak, Tax Amnesty (TA) yang akan dibahas oleh DPR RI tersebut tidak usah bicara adil atau tidak.
Tapi, kalau mau negara ini perekonomiannya tumbuh dan menyerap lapangan tenaga kerja, maka harus berusaha bagaimana uang yang ada di luar negeri selama ini kembali dan atau diinvestasikan ke Indonesia.
“TA ini tak boleh menjadi bukti untuk pemeriksaan, penuntutan, penyidikan dan sebagainya untuk keperluan kasus hukum. Jadi, tujuan utama TA ini adalah bagaimana uang warga negara Indonesia (WNI) yang ada di luar negeri selama ini kembali atau diinvestasikan ke Indonesia,” kata Ken dalam dialog ‘Mengurai Kontroversi RUU Pengampunan Pajak – Tax Amnesty’ bersama Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), anggota Komisi XI DPR RI FPKB Bertus Merlas, dan Sekretaris FPKB DPR RI H. Cucun Ahmad Syamsurijal di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (19/4/2016).
Dengan uang masuk ke Indonesia, maka ekonomi akan tumbuh, menyerap tenaga kerja, dan meningkatkan daya beli masyarakat, daripada uang nganggur di luar negeri.
“Boleh mempunyai uang di luar negeri, dan memanasnya tax amnesty ini kan disusul bocornya pengemplang pajak di Panama Papers. Jadi, Dirjen Pajak tidak lagi berpikir apakah uang itu haram atau tidak, melainkan bagaimana uang itu kembali ke Indonesia,” ujarnya.
Namun demikian ketika ditanya berapa jumlah potensi uang yang akan masuk ke Indonesia dengan UU Tax Amnesty tersebut, Ken tidak menjelaskannya.
Tapi, yang penting katanya, uang di luar negeri itu masuk dan kembali diinvestasikan ke Indonesia.
Menurut Yustinus, yang terpenting adalah TA itu harus menjadi instrumen untuk memperluas sekaligus pemasukan uang ke Indonesia dan TA itu bukan tujuan (tax reform), dan ekonomi reform.
Tapi, kalau gagal, maka resikonya besar, dan mereka yang sudah mendapat ampunan pajak tersebut selanjutnya tidak lagi mendapatkan pajak.
Karena itu, infrastrukturnya kata Yustinus, akses data antara PPATK, NPWP dan e-KTP harus terintegrasi.
“Kita harus belajar ke negara-negara yang sukses dan bukan negara yang gagal dalam menerapkan TA itu. Hanya saja apakah TA ini akan memberi rasa keadilan atau tidak? Afrika Selatan berhasil. Sebab, Presiden Nelson Mandella alm, terlebih dulu mengampuni, rekonsiliasi warga kulit putih yang memang kaya,” ujarnya.
Menurut Bertu Merlas ada dua tujuan dari TA tersebut, yaitu untuk jangka pendek untuk memenuhi kebutuhan defisit APBN 2016 dan apakah dalam tiga tahun bisa memenuhi target APBN, dan kedua untuk jangka panjang adalah repatriasi, yaitu mengembalikan uang WNI dari luar negeri.
“Ada yang menyebut potensi Rp 11,400 triliun, dan ada yang menyebut Rp 800 triliun. Seharusnya KUP (ketentuan umum perpajakan) yang direvisi,” ujarnya.
Sebelumnya Cucun Ahmad juga mengingatkan kalau penerapan UU TA ini harus memenuhi rasa keadilan bagi pembayar pajak sendiri.
“Sebab, ada pembayar pajak yang taat selama ini, dan ada pengemplang pajak di luar negeri. Kalau, UU TA ini diterapkan, apakah pembayar pajak yang taat itu akan berpikir untuk membayar pajak, toh para pengemplang pajak diampuni. Jadi, memang harus hati-hati dan menyiapkan segala administrasi agar uang itu masuk dengan baik dan benar, dan tidak meluber kemana-mana,” katanya.