Uang Muka Membeli Rumah Sebaiknya Hanya 1 Persen
IPW mengusulkan besaran uang muka pembelian rumah hanya 1 persen, guna meningkatkan pasar properti yang sekarang mengalami kelesuan.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Property Watch (IPW) mengusulkan besaran uang muka pembelian rumah hanya 1 persen, guna meningkatkan pasar properti yang sekarang mengalami kelesuan.
Direktur Eksekutif IPW Ali Tranghanda mengatakan, persoalan besaran uang muka masih menjadi kendala bagi masyarakat yang ingin membeli properti, khususnya rumah pertama dan setelah itu terbebani oleh cicilan.
"Uang muka sebesar 1 persen sebaiknya dapat menjadi pertimbangan bagi Bank Indonesia (BI) untuk diterapkan, karena ini memberikan dampak bagi peningkatan pasar perumahan dan memberikan percepatan dalam proses keputusan pembelian rumah," kata Ali, Jakarta, Rabu (1/6/2016).
Dengan uang muka 1 persen, kata Ali, maka masyarakat tidak harus mengumpulkan uang terlalu banyak untuk segera membeli rumah dan belum lagi uang yang harus disiapkan untuk biaya-biaya jual beli lainnyacukup besar.
"Bayangkan untuk pembelian rumah Rp 200 jutaan saja dibutuhkan biaya lain-lain termasuk biaya provisi, pajak, dan lainnya sebesar Rp 15 juta hingga Rp 20 juta lagi di luar uang muka. Dengan kondisi daya beli saat ini akan banyak lagi masyarakat yang tidak dapat merealisasikan pembelian rumahnya," tuturnya.
Sementara, menyikapi sebagian pihak perbankan khawatir akan risiko kredit macet bila uang muka 1 persen, IPW memberikan pertimbangan bahwa umumnya untuk rumah pertama, konsumen akan mati-matian untuk dapat mencicil rumahnya.
Selain itu besaran uang yang tadinya harus membayar uang muka dapat menjadi dana cadangan si konsumen untuk dapat menutupi cicilannya.
"Dan kemampuan konsumen dalam mencicil pun tetap terjaga karena memiliki penghasilan yang sesuai untuk mampu mencicil rumah dengan harga tertentu," ucapnya.
Dari risiko jaminan pun, lanjut Ali, rumah relatif sangat solid berbeda dengan kendaraan bermotor dengan nilai penyusutan tinggi dan risiko kehilangan.
"Rumah sebagai jaminan tidak akan merugikan perbankan. Jika sampai benar-benar macet pun, bank dapat melakukan sita jaminan dan melelangnya," kata Ali.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) berencana melonggarkan aturan LTV pada Kuartal III tahun ini. Kebijakan ini diharapkan dapat membantu pertumbuhan kredit yang pada Kuartal I 2016 melambat.
Gubernur Bank Indonesia, Agus DW Martowardojo menjelaskan, aturan LTV yang merupakan bagian dari kebijakan makroprudensial ini telah dilakukan pembahasan, pembicaraan dengan industri dan diharapkan bisa difinalisasi tahun ini.
"Saya kok rasanya itu (LTV) pasti keluar di kuartal III. Belum bisa dikasih tahu saat ini," kata Agus.