Pabrik Vaksin yang Dibangun di Gunung Sindur Miliki Pemodal China, Investasinya Rp 1,3 Triliun
"Pharmally Internasional melihat adanya peluang usaha di bidang vaksin flu burung dan menggandeng Harbin Weike untuk masuk ke pasar Indonesia."
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pharmally International Holding Company Limited bekerjasama dengan Harbin Weike Biotechnology Company, membangun pabrik vaksin hewan dengan nama PT Biotis Prima Agrisindo (BPA)
Chairman Pharmally International, Tony Huang mengatakan, Harbin Weike adalah anak perusahaan dari Harbin Veterinary Reserch Institute yang merupakan lembaga peneliti pemerintah Tiongkok di bidang flu burung.
Pabrik vaksin hewan, khususnya untuk flu burung berlokasi di Jalan Pemuda, Desa Curug, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, dengan nilai investasi 100 juta dolar AS atau sekitar Rp 1,3 triliun (asumsi kurs Rp 13.000) untuk tiga tahun ke depan.
"Investasi periode pertama sebesar 50 juta dolar AS dan mencakup dana pembelian tanah, pembangunan pabrik, pembelian mesin produksi, peralatan riset, dan dana pra opersional," kata Tony saat melakukan peletakan batu pertama pembangunan pabrik BPA, Bogor, Sabtu (23/7/2016).
Pabrik yang dibangun di atas tanah seluas 26 ribu meter persegi, terdiri dari ruang produksi vaksin aktif dan ruang produksi vaksin inaktif dengan total 2 jalur produksi untuk embrio vaksi serta 2 jalur produksi sel.
Alasan memilih membangunan pabrik di Indonesia, Tony menyatakan Indonesia merupakan negara dengan populasi penduduk keempat terbesar di dunia.
Konsumsi daging di Indonesia juga sangat tinggi, terutama daging ayam.
Karena itu, logikanya ada kebutuhan besar terhadap vaksi flu burung berfungsi mencegah penyebaran penyakit pada hewan dan menjamin kesehatan unggas.
"Pharmally Internasional melihat adanya peluang usaha di bidang vaksin flu burung dan menggandeng Harbin Weike untuk masuk ke pasar Indonesia," ujarnya.
Dalam pembangunan pabrik ini, Pharmally International yang bekerjasama dengan Harbin Veterinary Institute memiliki masing-masing saham sebesar 69 persen dan 10 persen.
Sedangkan saham sebesar 21 persen dimiliki mitra strategis di Indonesia dan Taiwan.