Harga Masih Mahal, Operasi Pasar Daging Pemerintah Dianggap Gagal
Karena terbukti harga daging sapi masih berkisar Rp 135 ribu per kg, bahkan sampai saat ini, jauh dari keinginan Presiden
Penulis: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kebijakan Operasi Pasar (OP) untuk menurunkan harga daging sapi menjadi Rp 80 ribu /kg bukanlah solusi menyelesaikan masalah harga.
Karena terbukti harga daging sapi masih berkisar Rp 115-135 ribu per kg, bahkan sampai saat ini, jauh dari keinginan Presiden Jokowi.
Impor daging hanya meupakan solusi jangka pendek, namun karena tidak dirancang secara matang, dampaknya malah menimbulkan bebagai persoalan. Peningkatan produksi sapi dalam negeri, menjadi kunci penyelesaian masalah, namun untuk mencapainya harus melibatkan banyak pihak.
Demikian benang merah yang bisa ditarik dalam diskusii bertema Evaluasi Operasi Pasar daging Sapi, Peningkatan Suplai dan Segmentasi Pasar, yang digelar Bincang Bincang Agrisbisnis (BBA) di Jakarta, belum lama ini.
Diskusi ini menampilkan nara sumber, Direktur Pengadaan Perum Bulog, Dr Wahyu MM (Direktur Pengadaan Perum Bulog) , Marina Ratna Dwi Kusumajati (Dirut PD Dharma Jaya) , Dr Rochadi Tawaf (Pengamat kebijakan Peternakan) dan Dayu Ariasintawati ( Dirut PT Great Giant Livestcok Indonesia/GGLI ), dan dipandu Direktur BBA Yeka Fatika
Direktur Pengadaan Badan Urusan Logistik (Bulog) Wahyu mengatakan niatan pemerintah menjual harga daging sapi di angka Rp 80 ribu per kilo, belum dibarengi dengan desain yang matang dalam pola tata niaga yang digulirkan, sehingga pada saat digelontorkan banyak pihak yang dirugikan.
”Namun bagaimana pun tugas kami tentu menyukseskan tugas pemerintah,” ujar dia.
Menurut Wahyu, persoalan mahalnya harga daging sapi bukan semata kenaikan permintaan semata, pemerintah hanya memikirkan jangka pendek bagaimana menurunkan harga daging sapi secepat mungkin dengan OP, namun tidak memperhitungkan dampaknya buat elemen lain seperti petani, peternak, feedloter hingga masyarakat.
“Harusnya dengan OP itu tidak bisa menghilangkan peran feedloter, peran peternak, namun justru mereka harus tetap tumbuh bersama,” kata dia.
Wahyu mengakui, selama OP berlangsung lembaganya tidak mengambil keuntungan sama sekali, sebab pola usaha yang dilakukan Bulog menggunakan skim usaha komersial atau sama dengan sistem pembelian perusahaan lainnya.
“Kami membeli saja harga daging dikisaran Rp 78 ribu, dan menjual Rp 80 ribu, itu termasuk di luar daerah seperti Lampung, Medan, Palembang dan lainnya padahal kami mengirimkan menggunakan pesawat,” kata dia.
Tak ayal dengan keberanian itu lanjut Wahyu, banyak peternak dan feedloter yang menjerit, sebab harga yang dijual jauh lebih murah dibanding dengan yang ditawarkan peternak.
“Kami melakukan OP tidak hanya di Jakarta, Medan, Palembang, Padang, Lampung, Kalteng, Kalsel, Sulses, termasuk Jabar, seperti Bandung dan sekitarnya, kami datangkan dalam bentuk beku dari Australia,” ujar dia.
Ia menambahkan selama ramadhan dan lebaran tahun ini, lembaganya mendapatkan mandat untuk menyalurkan daging sapi murah dikisaran harga Rp 80 ribu sebanyak 10 ribu ton hingga akhir tahun ini, namun dalam realisasinya akibat minimnya pasokan, hanya sekitar 3.000 ton yang berhasil disalurkan.
“Kami hanya seminggu sebelum puasa mendapatkan tugas itu, awalnya PT Berdikari yang ditugaskan, namun dalam perjalannnya daging tidak kunjung tiba, sehingga pemerintah menujuk Bulog menjelang puasa untuk impor dari Australia, New Zeland dan lainnya,” ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.