Posisi Indonesia Power (IP) dan Mitsubishi di PLTU Jawa 5 Dipersoalkan
“Siapa yang bisa menjamin Mitsubishi adalah yang terbaik dan paling kompetitif harganya? “ tanyanya.
Penulis: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- PT PLN (Persero) membatalkan lelang Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa 5 berkapasitas 2.000 megawatt.
Keputusan ini dipertanyakan sejumlah pihak karena dianggap melanggar aturan.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform, Fabby Tumiwa mengatakan, PT PLN seharusnya segera menggelar tender ulang. Namun yang terjadi PLN menunjuk PT Indonesia Power (IP) bersama Mitsubishi untuk menjalankan megaproyek ini.
“Ini aneh, dirut PLN bilang mengajak mitra dari Jepang karena asas keadilan dan fairness dimana proyek lain di Jawa sudah diberikan kepada China. Memangnya ini proyek bagi-bagi?,” Fabby Tumiwa dalam keterangan persnya di Jakarta, Kamis (22/09/2016).
Perpres Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan memang menyebutkan PLN memang bisa menunjuk anak usaha swasta nya untuk mengerjakan sebuah proyek.
Namun Fabby menilai, karena nilai proyek PLTU Jawa 5 ini besar maka anak usaha wajib menggandeng mitra asing.
“Siapa yang bisa menjamin Mitsubishi adalah yang terbaik dan paling kompetitif harganya? “ tanyanya.
Fabby juga khawatir dengan adanya preseden ini, maka bila digelar tender ulang, maka tidak akan ada investor asing yang mau lagi menjadi peserta. “Ini tentu menghambat iklim investasi, asing mana ada yang mau,” katanya.
Pengamat hukum Sumber Daya Alam dan Energi dari Universitas Tarumanegara Ahmad Redi menilai keputusan pembatalan lelang ini aneh karena proyek PLTU 5 adalah bagian dari proyek 35.000 MW dan menjadi pembangkit terbesar.
Redi mengaku tak yakin Indonesia Power (IP) yang ditunjuk PLN mampu menjalankan proyek ini. “Jangan sampai kebijakan ini melanggar aturan dan menimbulkan dugaan sarat kepentingan,” katanya.
Menurutnya, Pemerintah perlu turun tangan untuk memastikan agar seluruh proses tender ini berjalan sesuai regulasi yang berlaku.
Dia menilai, manajemen PT PLN selama kurang bersinergi dan cenderung konfrontatif dengan Kementerian ESDM.
PLN juga cukup konfrontatif dengan Pertamina dalam penentuan harga jual beli uap untuk pembangkit. “PLN ini selalu bermasalah,” tegas Redi.
Langkah PLN ini juga disebut-sebut membuat Istana gerah.