Munculkan Opini Seolah Orang Kaya yang Selama Ini Sembunyikan Hartanya Sebagai Pahlawan
"Perlakuan istimewa ini seolah-olah menampilkan para orang kaya yang selama ini menyembunyikan hartanya sebagai pahlawan"
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di mata internasional, program pengampunan pajak atau tax amnesty dinilai sukses setelah pada tahap pertama pelaksanaannya, program ini mampu meraup dana 7 miliar dollar AS.
Namun, kritik terhadap program ini juga terus mengalir sebab skema program ini dinilai hanya menguntungkan kaum kaya yang tidak taat membayar pajak saja.
Pemerintah Indonesia mulai menggulirkan program tax amnesty ini pada Juli dengan sasaran para pengusaha kaya yang menyembunyikan kekayaannya.
Dengan program ini, pengusaha kaya bisa mendeklarasi hartanya hanya dengan membayar pinalti di bawah rerata pajak reguler.
Program ini dilakukan karena pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mulai kekurangan dana untuk membiayai APBN setelah dua tahun perjalanannya memerintah.
Upaya ini dilakukan juga untuk mendorong percepatan pertumbuhan Indonesia yang melambat.
Pemerintah berharap inisiatif pengampunan pajak ini akan membawa pulang miliaran dollar AS dana WNI di luar negeri, terutama yang banyak disimpan di Singapura.
Program ini juga digunakan untuk menjaring lebih banyak wajib pajak, sebab di Indonesia baru 10 persen warganya yang taat pajak.
Fase pertama amnesti pajak, yakni dengan tarif tebusan dua persen dari deklarasi hartanya, sudah ditutup pada pekan lalu dengan hasil di atas perkiraan.
tercatat lebih dari 350.000 masyarakat mendeklarasikan hartanya dengan total dana deklarasi Rp 3.620 triliun.
Dana tebusan yang masuk ke kas pemerintah sebesar Rp 97,2 triliun, berdasarkan data Kementerian Keuangan.
Dengan demikian, Jokowi berhasil menghimpun dana-dana dari para pengusaha dan berhasil mendapatkan kepercayaan dari komunitas bisnis untuk menjalankan pemerintahannnya.
Sedangkan para analis pasar menyambut baik program ini, yang akan berlangsung hingga Maret 2017.
Bikin Marah
Namun, di sisi lain, inisiatif ini mengundang kemarahan sejumlah aktivis dan sejumlah bagian dari masyarakat pada beberapa pekan belakangan.
Sebab, para taipan kaya dengan mudahnya mendeklarasikan hartanya tanpa mereka harus menyebutkan dari mana asal harta mereka.
Misalnya saja, Tommy Soeharto, pengusaha kaya dana nak bungsu mantan presiden RI ke-2 Soeharto. Atau James Riady, bos Lippo Group, merupakan daftar orang kaya yang ikut program tax amnesty ini.
Pemerintah juga terus mendorong partisipasi dari pada pimpinan bisnis untuk menggulirkan gairah para pengusaha mengikuti program ini setelah awal yang lambat.
Para orang kaya ini, bahkan mendapat publikasi saat mendeklarasikan hartanya di kantor pajak setempat.
"Perlakuan istimewa ini seolah-olah menampilkan para orang kaya yang selama ini menyembunyikan hartanya atau tidak menyebutkan dari mana hartanya berasal ini sebagai pahlawan," tukas Firdaus Ilyas, aktivis LSM Indonesia Corruption Watch (ICW).
"Imej yang dibangun seolah-oleh mereka mengikuti programm tax amnesty untuk membangun negerinya," lanjut dia kepada AFP.
"Tapi kita semua tahu, mereka mengikuti tax amnesty sebab mereka tidak membayar pajak."
Tentu saja, kemudahan bagi para penghindar pajak ini menimbulkan kekecewaan mendalam bagi warga dengan pendapatan pas-pasan yang taat membayar pajak.
Sementara para orang kaya bisa membayar pajak di bawah rerata normal.
Untuk pajak individu, seharusnya berkisar antara lima persen hingga 30 persen berdasarkan pendapatannya.
Sedangkan pajak korporasi sekitar 25 persen. tetapi di tahap pertama tax amnesty, mereka hanya perlu membayar tarif tebusan dua persen untuk deklarasi harta dan empat persen untuk repatriasi.
"Program tax amnesty hanya baik untuk orang kaya," kata Johni Yusuf, pebisnis di usia 30-an yang menjalankan usaha kelontong di Jakarta. "Itu tidak adil karena saya selalu taat membayar pajak."
Para aktivis bahkan menentang pelaksanaan tax amnesty melalui jalur pengadilan, yakni melalui Mahkamah Konstitusi.
Kemarahan pun meluber di jalan dengan demonstrasi ribuan warga menentang tax amnesty, sebab negara mengampuni uang dari hasil korupsi.
Ken Dwijugiasteadi, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan, menolak mengatakan dari mana sumber dana deklarasi para peserta tax amnesty. Dia mengatakan, tugas para petugas pajak hanya untuk mengoleksi dana-dana tebusan tersebut.
Di samping Ken, analis juga membela program ini sebab program ini lebih banyak sisi positifnya dibanding dampak negatifnya.
Saat ini, Indonesia butuh uang untuk menambal defisit anggaran dan juga butuh lebih banyak wajib pajak. Sebab hanya 30 juta wajib pajak yang teregister dibandingkan 255 juta WNI.
"Anda harus melihat gambaran lebih besar dan mempertimbangkan bahwa di akhir program, Anda punya uang dari ekonomi hitam dan menempatkannya ke ekonomi nyata," kata Paul Rowland, analis independen yang berbasis di Jakarta.
Penulis: Aprillia Ika
Sumber: AFP