Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Di Semarang, PGN Perluas Jaringan Gas Bumi Rumah Tangga

PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) terus memperluas penyaluran gas bumi melalui pipa untuk rumah tangga di wilayah Semarang.

Editor: Content Writer
zoom-in Di Semarang, PGN Perluas Jaringan Gas Bumi Rumah Tangga
TRIBUN JATENG/ M Syofri
Petugas mengecek pipa Regulator Sektor (RS) 01 yang berada di Kelurahan Mlatibaru, Semarang Timur, Kota Semarang, Jumat (08/04/2016). 

TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) terus memperluas penyaluran gas bumi melalui pipa untuk rumah tangga di wilayah Semarang.

Area Head PGN Semarang, Edy Sukamto mengatakan, pihaknya tengah menunggu persetujuan dari Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk dapat melayani distribusi gas bumi ke Perumahan Pondok Beringin Tambakaji, Kelurahan Rejosari, Karangtempel dan Bugangan Semarang Timur.

"Sudah kami ajukan, tinggal menunggu persetujuan agar tahun depan (2017) bisa untuk pengembangan ke wilayah tersebut," katanya, Senin (31/10/2016).

PGN mengajukan pengembangan jaringan gas ke perumahan Pondok Beringin sebanyak 100 rumah tangga.

Sementara untuk Kelurahan Rejosari, Karangtempel, dan Bugangan, diajukan sebanyak 3300 rumah tangga untuk mendapatkan aliran gas.

PGN telah mengalirkan gas bumi untuk 150 rumah tangga di perumahan Wahyu Utomo Tambakaji sejak 2014, serta 500 rumah tangga di Kelurahan Mlatibaru Semarang Timur mulai April 2016 lalu.

Edy mengatakan, PGN mengoptimalkan distribusi jaringan gas di Semarang Timur lantaran wilayah tersebut sebagian besar warganya merupakan kalangan ekonomi menengah ke bawah.

Berita Rekomendasi

Prioritas layanan jaringan gas bumi, kata Edy, untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat.

Pelayanan gas bumi untuk rumah tangga merupakan prioritas utama setelah pemanfaatan energi gas alam untuk pembangkit listrik.

"Prioritas pertama untuk listrik PLN, selanjutnya rumah tangga, kemudian baru industri dan lainnya," sambungnya.

Selama ini, kata Edy, belum ada laporan kebocoran pipa jaringan gas bumi untuk rumah tangga ke Kelurahan Mlatibaru dan perumahan Wahyu Utomo, Tambakaji.

Edy mengaku pihaknya telah mengantisipasi potensi gangguan terhadap jaringan gas, di antaranya dengan menanam pipa jaringan pada kedalaman 80-90 cm, melebihi kedalaman galian kabel fiber optic dan pipa PDAM.

Kendati demikian, kata dia, potensi kebocoran tetap saja ada jika ada proses galian dari pihak lain yang mengenai dan merusak pipa gas bumi.

Karena itu, menurut dia, perlu koordinasi antar pihak terkait saat melakukan proses galian.

"Gangguannya paling saat musim hujan, bekas galian ambles, dan bisa menjatuhkan warga. Karena itu, kami terus melakukan pemadatan dan pengurukan pada bekas galian saat curah hujan tinggi," ucap dia.

Optimalisasi pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan dasar masyarakat, kata Edy, merupakan bentuk efisiensi energi. Edy menilai, untuk memenuhi permintaan yang semakin meningkat, Indonesia terus menaikkan impor elpiji.

Sementara beban subsidi untuk elpiji 3 kilogram oleh APBN terus membengkak.

Padahal, kandungan gas alam di Indonesia melimpah ruah, sayang belum termanfaatkan secara optimal lantaran keterbatasan infrastruktur.

"Infrastruktur pipanya sangat mahal, jika tidak dibiayai pemerintah 100 persen akan sulit," jelas Edy.

Edy mengatakan, distribusi jaringan gas untuk rumah tangga di Semarang dilakukan secara bertahap.

Di samping infrastruktur pipa mahal, tidak gampang mengubah kebiasaan masyarakat dari pemakaian elpiji beralih mamakai gas bumi.

Apalagi, pelayanan jaringan gas bumi ke rumah tangga di Semarang belum lama mulai dilakukan.

Wajar, kata dia, jika sebagian masyarakat masih ragu untuk memanfaatkannya.

"Dulu waktu konversi minyak tanah ke elpiji juga banyak masyarakat yang menolak, tapi sekarang banyak yang minta. Sekarang mungkin belum banyak warga Semarang yang tahu kegunaan gas bumi," terang pria berkumis itu.

Sejak rumah tangganya memperoleh layanan aliran gas bumi yang dikelola PGN, April 2016 lalu, Mujinah, warga RT 03 RW 06 Kelurahan Mlatibaru mengaku diuntungkan.

Pemakaian gas bumi untuk rumah tangga melalui jaringan pipa dinilainya lebih praktis.

Kini, ia tak lagi kerepotan membeli gas elpiji di warung.

Ia pun mengaku lebih merasa aman memakai gas dari jaringan ketimbang tabung elpiji yang dapat meledak.

"Jadi gak repot membawa tabung ke warung, apalagi untuk orang tua seperti saya," ucap dia.

Mujinah juga mengaku tak lagi khawatir saat terjadi kelangkaan gas elpiji di pasaran.

Sebelumnya, Mujiah mengungkapkan sering dibuat pusing saat stok elpiji di warung habis.

Tak jarang ia sampai pergi ke pasar yang jaraknya jauh dari rumah, demi mendapatkan gas elpiji.

"Jika tidak ada elpiji tak bisa memasak, langka pusing. Untuk gas bumi ini saya harap bisa mengalir terus," katanya.

Nunung Setiowati, warga Mlatibaru mengungkapkan, meski tidak signifikan, biaya pemakaian gas jaringan diakuinya lebih irit di banding gas elpiji.

Namun, ia merasakan keuntungan dari penggunaan gas bumi lantaran kualitas api yang dihasilkan lebih bagus.

Kobaran api dari jaringan gas, kata dia, lebih besar sehingga masakan lebih cepat matang.

"Apinya bersih, biru terus. Terus cepat matang kalau memasak," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas