Petani Tembakau Bikin Petisi, Tolak FCTC
Industri hasil tembakau merupakan penyumbang pajak terbesar ketiga bagi Indonesia, setelah PPN dan PPH.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Para petani tembakau mendesak pemerintah menolak tekanan dunia internasional melalui aturan Framework Convention Tobacco Control (FCTC) yang sangat merugikan petani tembakau.
Mereka menuntut pemerintah menyelamatan penghidupan petani tembakau yang kian lama semakin terpuruk.
Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno menegaskan bahwa seluruh elemen petani tembakau dan cengkeh telah membuat petisi agar pemerintah mau memperhatikan nasib petani tembakau melalui kebijakan memajukan pertanian tembakau dan cengkeh.
“Pemerintah harus melakukan pendampingan teknis pertanian tembakau dan cengkeh, harus memberikan akses permodalan serta menyiapkan infrastruktur yang tepat guna agar produktivitasnya optimal dan berkelanjutan,” tegas Soeseno, Jumat (4/11/2016).
Menurutnya, pemerintah harus menolak FCTC karena konvensi tersebut tidak mempertimbangkan aspek kehidupan para pemangku kepentingan industri tembakau.
Aturan FCTC juga mematikan produk rokok kretek khas Indonesia karena melarang pengunaan cengkeh.
Selain itu FCTC memaksakan aturan kemasan rokok polos yang dapat melemahkan daya saying produksi tembakau Indonesia di mancanegara.
Pernyataan ini tertuang dalam petisi yang ditandatangi oleh sejumlah elemen organisasi petani tembakau seperti APTI, Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI), Karya Tani Manunggal (KTM) Temanggung, dan Gerakan Masyarakat Tembakau Indonesia (GEMATI).
Soeseno bilang rencananya petisi ini akan segera diserahkan kepada Jokowi sebagai sikap dukungan kepada pemerintah untuk menolak aksesi FCTC.
Pihaknya juga meminta pemerintah menjaga kelangsungan hidup petani tembakau karena tembakau merupakan salah satu komoditas strategis perkebunan yang memiliki peranan penting dalam pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup, sesuai dengan UU No. 39 tahun 2014.
Industri hasil tembakau menyerap lebih dari enam juta tenaga kerja (Data Kementrian Perindustrian Tahun 2015), sebesar populasi Surabaya, Malang dan Bandung jika digabung.
Angka ini terdiri dari kurang lebih dua juta petani tembakau, satu setengah juta petani cengkeh 600.000 tenaga kerja pabrikan, dan dua juta pedagang/peritel.
Industri hasil tembakau merupakan penyumbang pajak terbesar ketiga bagi Indonesia, setelah PPN dan PPH.
Total pembayaran pajak produk tembakau di tahun 2015 mencapai 173,9 triliun yang terdiri atas cukai tembakau, pajak daerah, dan PPN rokok. (Data Dirjen Bea dan Cukai – Kementrian Keuangan RI Tahun 2015).
Industri hasil tembakau merupakan penyumbang ekspor yang signifikan terhadap Negara, dengan peningkatan nilai sebesar 52% sejak 2010 sampai dengan 2014 (Data Badan Pusat Statistik).
Sesuai UU Perkebunan No.39/2014, tembakau merupakan salah satu (dari tujuh) Komoditas Perkebunan Strategis Nasional karena memiliki peranan penting dalam pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan hidup.
Reporter: Noverius Laoli