Pebisnis China Incar Kebun Sawit Indonesia
China ingin masuk sejak 2013, namun kemudian sempat batal ketika Pemerintah RI mengeluarkan kebijakan moratorium izin perluasan lahan kelapa sawit
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Minat investasi di industri kelapa sawit nasional tak pernah sepi.
Meskipun ada sejumlah hambatan terhadap industri olahan sawit di pasar Eropa dan Amerika Serikat, hal itu tak menyurutkan niat investor baeu dari asing masuk di bisnis perkebunan kelapa sawit.
Yang paling baru adalah minat yang datang dari investor China. Mereka tertarik masuk ke bisnis kebun kelapa sawit di Indonesi.
Selama ini China merupakan pasar utama ekspor minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) asal Indonesia.
Musdhalifah Machmud, Deputi Bidang Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengakui adanya minat dari investor China dalam bisnis kelapa sawit tersebut.
"Hari ini, ada pertemuan dengan investor China yang tertarik bisnis kelapa sawit," ujarnya, Selasa (22/11/2016).
Musdalifah masih masih enggan menjelaskan lebih detail hasil pertemuan tersebut.
Delegasi China dan sejumlah perusahaan kelapa sawit menggelar pertemuan tertutup Selasa (22/11/2016) lalu.
Pertemuan menyebutkan adanya minat tinggi investor China masuk bisnis kelapa sawit Indonesia.
China ingin masuk sejak 2013, namun kemudian sempat batal ketika Pemerintah RI mengeluarkan kebijakan moratorium izin perluasan lahan kelapa sawit, serta turunnya harga jual kelapa sawit di pasar internasional dua tahun terakhir hingga hanya 600 dolar AS per metrik ton.
Investor China kembali tertarik masuk setelah harga minyak sawit di pasar global kembali terangkat belakangan ini.
Selain itu, juga karena dorongan data yang menyatakan produk CPO mulai kembali bagus di pasar China.
Selama 2015 lalu, ekspor CPO Indonesia ke China mencapai 3,99 juta ton atau naik 64,19% ketimbang ekspor di tahun 2014 yang hanya 2,43 juta ton.
Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menyebut bahwa China mulai menyadari besarnya potensi pasar CPO di negara mereka sendiri.
Sahat menyebut apabila kelas menengah China tumbuh sekitar 2% maka diprediksikan mereka akan mencari tambahan CPO sekitar 3 juta ton.