Menhub Budi Minta Mahkamah Pelayaran Tegas Beri Hukuman
Budi berpesan kepada Mahkamah Pelayaran (Mahpel) harus lebih tangguh lagi untuk memberikan sanksi administratif secara lugas.
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menegaskan pemerintah bakal ambil langkah konkret upaya penegakan hukum terkait kecelakaan transportasi laut.
Budi berpesan kepada Mahkamah Pelayaran (Mahpel) harus lebih tangguh lagi untuk memberikan sanksi administratif secara lugas.
"Jadi teman-teman di Mahkamah harus lebih lugas melakukan kegiatan-kegiatan itu, saya yakin Mahkamah punya peran yang besar untuk memberikan legitimasi baru bagi kemaritiman Indonesia," ujar Menhub di Kantor Kementerian Perhubungan, Senin (28/11/2016).
Menteri Budi mengatakan bahwa 88 persen kecelakaan laut disebabkan oleh human error, serta kelemahan dari Indonesia yang kurang memiliki disiplin.
Oleh karena itu upaya law enforcement secara konsisten harus dilakukan dan harus memberikan tekanan-tekanan agar dapat mendapat cara baru untuk menyelesaikan masalah.
"Saat ini, Indonesia belum memiliki Pengadilan Maritim seperti yang terdapat di negara Anglo Saxon dan negara Continental," jelas Budi.
Mantan Direktur Utama PT Angkasa Pura II itu menyatakan Mahkamah Pelayaran dapat bertransformasi menjadi Peradilan Maritim.
Karena kata Budi hal itu diakui secara historis kronologis istilah “Mahkamah” pada “Mahkamah Pelayaran” bukan pada ranah yuridis.
Namun saat ini Mahkamah Pelayaran berada pada ranah eksekutif di bawah Kementerian Perhubungan.
“Saya minta ada suatu spirit, ada suatu semangat, ada satu keinginan untuk menjadikan maritim ini menjadi satu legacy bangsa, satu kebanggaan bangsa yang selama ini dinyatakan sirna perlahan-lahan” tegas Budi.
Menteri Budi juga menyampaikan peradilan maritim di Indonesia cukup relevan apabila dikaitkan dengan kecenderungan era dunia tanpa batas dan kompatibilitas sistem transportasi nasional untuk menghadapi tuntutan kompetisi yang semakin tinggi.
Tuntutan kompatibiltas global menempatkan jaringan transportasi nasional berperan sebagai subsistem dari jaringan global dan regional.
"Sehinggan standar sistem operasi, standar keselamatan, dan kualitas pelayanan dituntut memenuhi standar internasional," kata Budi.