Moratorium Lahan Gambut Bakal Tutup pengembangan Pertanian Produktif
Sejumlah akademisi menilai moratorium pembukaan lahan dan hutan gambut menutup peluang bagi pengembangan pertanian produktif
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Sejumlah akademisi menilai moratorium pembukaan lahan dan hutan gambut menutup peluang bagi pengembangan pertanian produktif di lahan tersebut.
Staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Basuki Sumawinata menuturkan semestinya pemerintah melakukan sosialiasi terlebih dahulu kepada semua stakeholders mengenai PP 57/2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
"Bukan hanya sekedar dengan melarang pemanfaatan lahan dan selanjutnya mengubah lahan yang telah sebagai fungsi budidaya menjadi fungsi lindung," ujarnya dalam diskusi, Rabu petang (25/1/2017).
Menurut Basuki, moratorium gambut juga bisa menimbulkan sejumlah permasalahan karena akan menyebabkan penurunan produksi dan tertutupnya peluang pengembangan pertanian di lahan gambut.
Hal itu diungkapkan Basuki menanggapi terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas PP Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut memberlakukan moratorium pembukaan baru atau land clearing pada lahan gambut.
Dalam peraturan tersebut, diatur bahwa tidak ada lagi izin yang diberikan untuk pemanfaatan lahan gambut.
Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ir. Bambang Hendroyono menuturkan, tidak adanya pemberian izin baru pembukaan hutan dan lahan di area gambut tercantum dalam pasal baru pada PP yang baru ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 1 Desember 2016.
Dalam beleid baru tersebut juga diatur mengenai larangan untuk membuat saluran drainase yang bisa mengakibatkan terlampauinya kriteria baku kerusakan ekosistem gambut.
Selanjutnya jika ada areal gambut yang terbakar milik pemegang konsesi, pemegang konsesi akan terkena sanksi administrasi, dan area tersebut diambil alih sementara oleh pemerintah.(Bambang Priyo Jatmiko)