Senin, Rupiah Rawan Terkoreksi
Rupiah yang sudah minim dukungan data ekonomi terbaru jelang akhir bulan diprediksi rentan terseret koreksi
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rupiah yang sudah minim dukungan data ekonomi terbaru jelang akhir bulan diprediksi rentan terseret koreksi pada Senin (20/2). Meski rentang koreksi dinilai akan terbatas.
Di pasar spot, Jumat (17/2) posisi rupiah tergerus 0,08 persen ke level Rp 13.333 per dollar AS dibanding hari sebelumnya. Sementara di kurs tengah Bank Indonesia, valuasi rupiah bergerak stagnan cenderung naik tipis 0,001 persen di level Rp 13.328 per dollar AS.
Sri Wahyudi, Research and Analyst PT Garuda Berjangka menjelaskan pelemahan yang terjadi di akhir pekan masih merupakan imbas dari gejolak ekonomi dan politik global terutama dari China, Eropa dan Inggris yang menyebabkan USD diuntungkan. Efeknya terlihat pada pelemahan tipis rupiah.
Selain memang pasca keputusan Bank Indonesia mempertahankan level seven days repo rate di 4,75 persen belum ada katalis terbaru yang signifikan bisa mendongkrak posisi mata uang Garuda. "Sebenarnya di penutupan Jumat dan mengawali Senin (20/2) nanti AS akan minim data ekonomi sebab libur," tutur Wahyudi.
Ini bisa jadi kans bagi rupiah untuk membalikkan arah. Karena bagaimanapun juga secara fundamental rupiah tergolong kuat dan mampu bertahan. Sepanjang pekan lalu sajian datanya memuaskan pasar.
Potensi penguatan rupiah akan semakin besar jika harga komoditas terutama minyak mentah berhasil naik. Hal tersebut biasanya berimbas positif pada mata uang berbasis komoditas seperti rupiah.
"Apalagi pada pidato Donald Trump, Presiden AS belum muncul kebijakan terbaru mengenai langkah ekonominya ke depan sebagaimana yang diharapkan pasar," tutur Wahyudi.
Kekecewaan pasar terhadap Trump bisa jadi beban bagi USD mengingat pada pidato terbarunya belum ada menyinggung kebijakan fiskal. Ditambah lagi Gubernur The Fed, Janet Yellen mengisyaratkan kenaikan suku bunga memang bisa dinaikkan tapi tetap akan menunggu langkah Trump ke depannya.
Dengan lambatnya pergerakan Trump pasar bisa memandang kenaikan suku bunga akan tertahan dan tentunya ini bisa menguntungkan rupiah.(Namira Daufina)