Usaha Jasa Penggilingan Padi Skala Kecil Terancam Gulung Tikar
Menurut hasil riset Perpadi, sejak lima tahun terakhir, perkembangan perusahaan penggilingan menunjukan tren penurunan.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peningkatan produksi beras yang terjadi sejak tahun 2016 dan berlanjut ke tahun 2017 diprediksi tak akan berbanding lurus dengan pertumbuhan bisnis penggilingan padi, terutama skala kecil dan menengah.
Jumlah perusahaan penggilingan padi tahun ini diperkirakan akan kembali berkurang di tahun ini.
Menurut hasil pantauan dan observasi Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), sejak lima tahun terakhir, perkembangan perusahaan penggilingan menunjukan tren penurunan.
Penurunan jumlah penggilingan padi ini merupakan seleksi alam akibat ketatnya perebutan bahan baku gabah di lapangan serta adu kuat modal keuangan.
Kondisi penggilingan padi di Indonsia saat ini itu sudah terlalu banyak jumlahnya, tidak sebanding dengan produksi gabah, jelas Burhanuddin, Sekretaris Jenderal Perpadi kepada KONTAN, Minggu (19/2/2017).
Mudah ditebak, kalau yang dijadikan barometer dalam persaingan adalah soal modal, maka penggilingan padi skala kecil yang harus jadi korban dan akhirnya gulung tikar.
Selama ini, bisnis penggilingan padi skala kecil hanya mengandalkan Bulog sebagai konsumen dan jumlahnya pun terbatas.
Burhanuddin bilang, saat ini penggilingan padi skala besar menguasai pasar sekitar 60% dari pasokan beras nasional sedangkan sisanya dikantongi penggilingan skala menengah dan kecil.
Berdasarkan data yang dimiliki Perpadi, di Indonesia terdapat 182.191 perusahaan penggilingan padi dengan 94% di antaranya skala kecil, 5% skala menengah, dan hanya 1% yang skala besar.
Meskipun hanya 1%, jasa penggilingan beras besar menjadi mayoritas pemilik beras nasional.
Khudori, Pengamat Pertanian mengatakan tersingkirnya pengusaha penggilingan padi skala kecil bukan hanya karena kalah persaingan dalam memperoleh bahan baku, melainkan juga faktor perubahan pola konsumsi beras masyarakat.
Ia bilang, saat ini mayoritas masyarakat lebih menyukai mengonsumsi beras premium ketimbang beras medium.
Selama ini, penggilingan padi skala kecil selalu kesulitan memproduksi beras premium karena kendala peralatan.
"Mereka hanya menggantungkan diri pada Bulog sebagai pihak utama penyerap beras medium," ujarnya.
Reporter: Elisabeth Adventa/Fahriyadi