Tiga Kerakusan Bisnis Freeport Menurut Versi Jaringan Advokasi Tambang
Menurut JATAM, ada lima sungai rakyat menjadi tempat pembuangan limbah Freeport Indonesia.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menilai PT Freeport Indonesia serakah dalam mengelola bisnis tambangnya di daratan Papua.
JATAM mengidentifikasi 3 sifat rakus bisnis Freeport di sana.
1. "Pertama, Freeport rakus lahan," kata peneliti JATAM, Merah Djohansyah saat berbicara di diskusi membedah topik "Indonesia tanpa Freeport: mengapa tidak?" di D'Hotel, Jakarta, Minggu (26/2/2017).
Luas konsesi Freeport, kata Merah, setara dengan wilayah Kabupaten Bogor.
2. Freeport rakus air.
Merah menuturkan, Freeport menghancurkan sumber-sumber air penting bagi rakyat. Tercatat, ada lima sungai rakyat menjadi tempat pembuangan limbah Freeport Indonesia.
3. Freeport rakus energi.
Merah mengatakan pertambangan membutuhkan energi besar dari Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara. Hal itu berdampak pada energi kotor yang terus berlangsung sampai saat ini.
"Pemerintah indonesia ibarat tuan rumah berunding dengan maling di rumah sendiri dan maling membuat kotoran di rumah Indonesia," kata Merah.
Merah menuturkan Freeport tidak meminta izin kepada sembilan suku yang tinggal di wilayah operasi perusahaan tersebut saat melakukan produksi tambang.
"Freeport contoh negara tidak ada, karena (Freeport) selalu mendikte," kata Merah
Merah menuding, selama ini Freeport tidak pernah menyelesaikan pembangunan smelter sesuai dengan aturan.
Namun, pemerintah juga terus melakukan toleransi kepada Freeport terhadap pembangunan smelter tersebut. "Toleran sekali, Pemerintah," sindir Merah.