KPPU: Ada Indikasi Praktik Kartel Perdagangan Cabai
Kenaikan harga cabai rawit telah berlangsung lama dan diduga sengaja dimanfaatkan pihak-pihak terkait untuk meraih keuntungan besar.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sedang menelisik dugaan kartel di perdagangan cabai rawit merah. Untuk cabai, KPPU telah menurunkan tim ke lapangan sejak Januari 2017 lalu ketika harga cabai rawit merah naik di atas batas kewajaran.
Kenaikan harga cabai rawit telah berlangsung lama dan diduga sengaja dimanfaatkan pihak-pihak terkait untuk meraih keuntungan besar.
Ketua KPPU Syarkawi Rauff mengatakan dari hasil penelusuran sementara, kenaikan harga cabai ditentukan oleh tiga faktor.
Pertama adalah turunnya produksi cabai sekitar 30% akibat musim hujan berkepanjangan. Kedua, KPPUmenemukan adanya enam rantai distribusi dari petani ke konsumen.
Ranti distribusi ini dinilai cukup panjang sehingga menyebabkan kenaikan harga cabai yang sangat tinggi.
Ketiga adanya indikasi para bandar di setiap pasar induk melakukan persengkongkolan untuk menahan pasokan dan menaikkan harga cabai.
"Kami menemukan di beberapa pasar induk di Jakarta dan sekitarnya hanya memiliki palingbanyak tiga bandar besar yang menguasai pembelian dan penjualan cabai rawit," ujarnya kepada KONTAN, akhir pekan lalu.
Syarkawi bilang dari hasil investigasi tim KPPU di tingkat petani, khususnay di Malang dan sekitarnya petani menjual cabai rawit seharga Rp 50.000 per kg, kemudian cabai rawit itu sampai ke konsumen Rp 150.000 per kg.
Artinya ada margin yang sangat besar yang dinikmati pedagang. KPPU telah menelusuri pasar induk baik di Jakarta, maupun di Bekasi dan Bogor hanya terdapat paling banyak tiga bandar besar.
Mereka inilah yang mendapatkan cabai dari pengepul dan kemudian menjual ke agen-agen atau pedagang di pasar.
"Kami masih sangat hati-hati dalam menelusuri dan menemukan bukti-bukti awal dugaan kartel ini, sebelum masuk tahap penyelidikan," terang Syarkawi.
Reporter: Noverius Laoli