Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Kadin Minta Bekraf Tinjau Ulang Hibah 5,5 Juta Dollar AS Dari IBOS

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) tidak terburu-buru menerima tawaran hibah 5,5 juta dollar AS dari K

TRIBUNNEWS.COM. JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) tidak terburu-buru menerima tawaran hibah 5,5 juta dollar AS dari Korea Selatan.

Pasalnya tujuan uang tersebut untuk membangun Integrated Box Office System (IBOS).

“Bekraf tidak bisa menerapkan begitu saja. Harus dikaji dengan matang, harus ada feasibility study. Kalau memang tidak sesuai dan merugikan industri dalam negeri, tentu saja harus ditolak,” kata Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia Bidang UKM dan Industri Kreatif, Erik Hidayat, Minggu (19/3/2017).

Rencana pembuatan IBOS memang memunculkan kontroversi. Seperti disampaikan Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf, dengan sistem tersebut maka industri bioskop wajib membuka semua data secara terbuka.

Di antaranya, data mengenai jadwal penayangan film, hingga jumlah penonton per judul film.

Itulah sebabnya, lanjut Erik, kajian tersebut sangat penting. Di antaranya, untuk mengetahui apakah sistem tersebut bisa diterapkan di Indonesia atau tidak.

"Kalau ada pihak-pihak yang menolak, sebaiknya pemerintah pun menolak sistem tersebut," ungkap Erik.

Berita Rekomendasi

Selain itu, penerapan IBOS yang hanya dilakukan di Korea Selatan pun, harus menjadi pertimbangan.

Erik pun sudah melakukan riset tentang IBOS, dimana ternyata hanya Korea Selatan yang menerapkan.

"AS tidak, Singapura juga tidak. Kalau hanya Korea Selatan, sedangkan negara-negara maju di bidang perfilman tidak menerapkan IBOS, untuk apa Indonesia menerapkan," kata Erik.

Begitu pula dengan urgensi transparansi data melalui IBOS. Menurut Erik, selama ini bioskop sudah memberikan berbagai data kepada menteri terkait sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Selain itu kata Erik pelaporan pajak, pihak bioskop pasti sudah melakukan sesuai dengan sistem
yang ada. Sebagai produser film, Erik mengaku bahwa dirinya terkadang mengecek keseuaian data antara yang disampaikan industri bioskop dan kondisi di lapangan.

"Jadi untuk apa Korea meminta data? Kalau semua data diberikan kepada pihak asing, saya juga ngeri, karena bisa jadi ada data yang tidak seharusnya diberikan,” papar produsen film Guru Bangsa: Tjokroaminoto.

Di sisi lain Erik justru mempertanyakan, mengapa Korea justru memberikan hibah.

Sebab, yang dibutuhkan saat ini adalah investasi, terlebih ketika pemerintah mencabut Daftar Negatif Investasi (DNI) untuk bioskop.

Indonesia, lanjut dia, saat ini masih membutuhkan investasi. “Mengapa harus hibah? Yang harusnya
dilakukan pemerintah adalah memberikan comfort kepada investor, apalagi dengan dibukanya DNI," kata Erik.

Sebelumnya, berbagai pihak memang melakukan penolakan terhadap IBOS. Salah satunya Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluuruh Indonesia (GPBSI) Djony Syafruddin.

“Kami sudah melakukan penolakan kepada menteri. Bahkan, asosiasi produser juga menolak. Sistem tersebut benar-benar ngaco. Hanya karena 5,5 juta dollar AS, kita seperti dipaksa buka celana dalam,” kata Djony

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas