Tekan Produk Impor Baja, Produsen Baja Nasional Diimbau Tingkatkan Produksi
Kemenperin berharap produsen baja nasional dapat meningkatkan kapasitas produksinya untuk memenuhi permintaan domestik
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berharap produsen baja nasional dapat meningkatkan kapasitas produksinya untuk memenuhi permintaan domestik yang terus meningkat.
Direktur Jenderal Industri Logam, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian, I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan, kebutuhan baja kasar nasional mencapai 14 juta ton dan Indonesia masih melakukan impor sebesar 6 juta ton.
"Impor ini karena industri baja dalam negeri hanya mampu memproduksi 8 juta ton crude steel," ucap Putu di kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (23/5/2017).
Menurutnya, jika produsen baja nasional tidak melakukan peningkatan kapasitas produksi, maka kekurangan atas pasokan baja kasar akan mencapai 8,9 juta pada 2020 dan meningkat menjadi 15,9 juta ton di 2025.
"Di sisi lain, adanya oversupply baja dari Tiongkok menyebabkan banjirnya produk baja impor dan ini mengancam keberlangsungan produksi baja dalam negeri," tuturnya.
Putu menjelaskan, kendala yang dihadapi produsen baja nasional sulit berkembang dan kalah bersaing dengan produk impor karena besarnya investasi industri baja serta minimnya pengusahaan teknologi di sektor tersebut.
"Kemudian tingginya biaya produksi yang disebabkan tingginya harga gas, keterbatasan infrastruktur seperti akses jalan, pelabuhan dan ketersediaan energi jadi penyebab rendahnya daya saing industri baja nasional," papar Putu.
Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk, Mas Wigrantoro Roes Setyadi menambahkan, pasar baja domestik mengalami tekanan yang diakibatkan banjirnya produk impor, dimana produk tersebut masuk ke pasar Indonesia dengan cara penyalahgunaan kategori pos tarif baja paduan.
"Penyalagunaan kategori baja paduan tersebut hanya bertujuan untuk mengalihkan pos tarif baja karbon menjadi baja paduan," ucap Mas Wig di tempat yang sama.
Ia menilai, sebagian besar impor baja paduan tersebut seharusnya cukup dipenuhi oleh baja karbon, karena kegunaanya hanya untuk konstruksi biasa.