Freeport Tetap Wajib Bangun Smelter Kalau Ingin Bisa Ekspor
"Untuk masalah mogok kan masalah manajemen. Tidak bisa disebut keadaan kahar."
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akhirnya menerbitkan Permen ESDM No 35/2017 tentang Syarat Ekspor Mineral.
Aturan yang merupakan revisi dari Permen No 6/2017 itu menambahkan poin pembentukan tim verifikator untuk mengawasi pembangunan smelter perusahaan.
Salah satu yang paling sulit membangun smelter adalah PT Freeport Indonesia.
Perusahaan itu kini melakukan perundingan pemerintah. Meski sedang berunding, dengan keluar aturan ini, maka Freeport harus tunduk, segera membangun smelter.
Kepala Pusat Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Kementerian ESDM Sujatmiko menerangkan jika dalam enam bulan sejak ekspor diberikan April lalu, tim verifikator independen menyatakan, belum memenuhi 90% sesuai Pasal 10 Ayat 5 A pembangunan smelter, maka kegiatan ekspor Freport akan dicabut.
Menurut Sujatmiko, perusahaan mengajukan ke Dirjen apabila ada keadan kahar yang buat dia tidak bisa memenuhi itu.
"Untuk masalah mogok kan masalah manajemen. Tidak bisa disebut keadaan kahar," ujarnya, Selasa (23/5/2017).
Saat ini karyawan Freeport di Papua sedang melakukan mogok kerja. Freeport memecat 840 karyawan yang ikut dalam aksi mogok tersebut. Jika ditotalkan, karyawan Freeport yang sudah di PHK mencapai 1.018 karyawan.
Meski tegas-tegas akan menghentikan ekspor, pada Pasal 12 menyebutkan bagi perusahaan yang progres proyek smelter di bawah 35% wajib menyerahkan dana jaminan.
Inilah yang bisa membuat Freeport lolos dari penyetopan ekspor.
Sayang, Manager Corporate Comunication Freeport Indonesia Kerry Yarangga belum membalas konfirmasi KONTAN soal kesiapan pembayaran dana jaminan itu. Maklum sampai saat ini progres smelter Freeport masih 0%.
Sujatmiko menegaskan, walaupun Freeport Indonesia nanti memberikan dana jaminan, bukan berarti akan mendapatkan ekspor.
"Ketika belum mencapai 90% di dalam penilaian enam bulan. Ya tetap dicabut rekomendasi ekspornya," tandasnya.
Aturan itu tidak menyebutkan jumlah dana jaminan, namun pada tahun 2014 lalu disepakati dana jaminan smelter 5% dari US$ 2,3 miliar investasi smelter Freeport.
Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Nikel Indonesia Ladjiman Damanik menyatakan, anggotanya menyambut baik aturan itu dan siap ekspor.
"Anggota kami 100 perusahaan dengan kapasitas 10 juta-15 juta ton per tahun," kata dia. Menurutnya, , dengan aturan itu, nikel kadar rendah bisa dimanfaatkan dan menjadi ekonomis untuk ekspor.
Reporter: Azis Husaini, Pratama Guitarra