Tiga Catatan KPPU soal Aturan Taksi Online
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyoroti tiga poin terkait Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2017
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyoroti tiga poin terkait Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Direktur Merger KPPU Taufik Ariyanto mengatakan, KPPU melihat ketentuan biaya tarif bawah angkutan konvensional dan online, justru akan berimbas pada makin mahalnya biaya transportasi.
Baca: Kemenhub: Mulai 1 Juni, Taksi Online Harus Berstiker dan Uji KIR
"Batas bawah merugikan konsumen, karena tidak lagi dapat menikmati harga yang terjangkau dan sama saja dengan membiarkan konsumen menanggung inefisiensi operator jasa transportasi," tutur Taufik di Jakarta, Rabu (24/5/2017).
Selain itu, kata Taufik, KPPU menyoroti persoalan kuota jumlah kendaraan untuk taksi online, dimana dalam peraturan menteri tersebut tampaknya berusaha menyamakan perlakuan terhadap taksi konvensional dan online.
"Menetapkan batasan kuota dapat berujung pada ketidakmampuan perusahaan online menyediakan armada yang sesuai dengan demand pasar, jadi konsumen semakin sulit mengakses layanan alternatif ini," papar Taufik.
Lebih lanjut dia mengatakan, KPPU juga berharap adanya deregulasi mengenai standar pelayanan minimum yang harus diterapkan oleh seluruh operator jasa transportasi konvensional dan online.
"Ini penting untuk menhaga kenyamanan dan keamanan penumpang yang menggunakan transportasi," ucapnya.
Pemberlakuan PM 26/2017, untuk KIR, stiker untuk taksi online dan digital dashboard akan efektif pada 1 Juni 2017. Sedangkan, pemberlakuan batas atas dan bawah, kuota kendaraan, pengenaan pajak dan balik nama STNK, berlaku pada 1 Juli 2017.