HKTI Minta Pemerintah Atur Tata Niaga Gabah dan Beras
DPN (Dewan Pimpinan Nasional) HKTI meminta kepada Pemerintah untuk mengevaluasi semua kebijakan di sektor perberasan.
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Menyikapi permasalahan perberasan yang terjadi akhir-akhir ini, khususnya polemik kualitas beras, HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) menyesalkan terjadinya peristiwa ini. DPN (Dewan Pimpinan Nasional) HKTI meminta kepada Pemerintah untuk mengevaluasi semua kebijakan di sektor perberasan.
Sangat kritikal untuk menjaga stabilitas harga pangan, dalam hal ini beras, agar tak terjadi guncangan yang merugikan ekonomi bangsa khususnya bagi petani.
Ketua Umum DPN HKTI, Fadli Zon menilai, kondisi saat ini harus dijadikan moment oleh Pemerintah, menghapus mafia pangan dan rent seeker yang membuat rantai nilai beras tak efisien dan menyebabkan harga ditingkat konsumen mahal.
"Hal ini karena konsumen membeli beras tanpa nilai tambah yang sepadan.HKTI juga memandang sekarang saat yang tepat bagi negara untuk melakukan pengaturan tataniaga pangan strategis khususnya gabah dan beras sehingga negara benar-benar hadir baik di on farm maupun di off farm," ujarnya, Selasa (25/7/2017).
Sebagaimana diamanatkan UU no 18 th 2012 tentang pangan, Pemerintah agar segera menindaklanjuti dengan membentuk Badan Pangan Nasional yang mempunyai fungsi strategis terutama dalam regulasi tataniaga pangan.
BUlog dapat difungsikan kembali sebagai organisasi pelaksana dari Badan Pangan Nasional dan di daerah dibentuk BUMD Pangan untuk melakukan perdagangan beras.
Harga dasar dan harga eceran tertinggi yang berkeadilan bagi petani dan konsumen perlu ditetapkan oleh Badan Pangan Nasional. "Harga jangan ditentukan pasar seenaknya," Fadli mengingatkan.
"Salah satu hal yang mendesak untuk diatur adalah Pemerintah mengontrol penjualan bahan pokok pangan dengan harga layak- termasuk untuk gabah dan beras dengan spesifikasi tertentu yg mencakup 90% dari volume peredaran komoditas ini," lanjutnya.
Sebagaimana Pemerintah mengontrol tata niaga listrik dan bahan bakar. "Bukankah beras juga adalah termasuk dalam konteks memenuhi hajat hidup orang banyak, sebagaimana termaktub dalam pasal 33 UUD kita,?Fadli mempertanyakan.
Perniagaan beras dengan kualitas premium dapat dilepas ke pihak swasta yang membangun fasilitas pengolahan moderen dengan regulasi khusus. Setiap rice miller , imbuh Fadli, harus memiliki petani binaan dalam satu rantai pasokan yang tertutup sehingga tidak mengacaukan harga gabah dan beras di segmen non premium.
Muara dari upaya pengaturan tata niaga gabah dan beras ini, lanjut Fadli, adalah meningkatkan kesejahteraan petani dan melindungi konsumen.
"Dengan pengaturan tata niaga gabah yang menguntungkan petani secara signifikan berdampak pada nilai tukar petani. Begitu juga kepada konsumen, menjamin ketersedian, mutu dan harga beras yang terjangkau," Fadli yang juga Wakil Ketua DPR RI ini menegaskan kembali.