Mantan Wapres Boediono: Ekonomi dan Politik Satu Mata Uang
Boediono mempresentasikan buku tersebut dan menyampaikan perjalanan suatu bangsa yang tidak bisa lepas dari aspek ekonomi dan politik.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Wakil Presiden Boediono menjadi narasumber dalam bedah buku berjudul 'Ekonomi Indonesia Dalam Lintasan Sejarah', yang diikuti sekitar 250 orang peserta didik Sespimpti Polri.
Bedah buku ini digelar di Auditorium PTIK, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Kegiatan ini merupakan rangkaian pembelajaran program pendidikan Sespimti Polri Dikreg ke-26 TA 2017.
Dalam kesempatan itu, Boediono mempresentasikan buku tersebut dan menyampaikan perjalanan suatu bangsa yang tidak bisa lepas dari aspek ekonomi dan politik.
Menurutnya ekonomi dan politik itu adalah dua sejoli.
"Ekonomi dan politik adalah satu mata uang, bahwa apa yang terjadi di bidang politik berkaitan dengan apa yang terjadi di bidang ekonomi," kata Boediono.
Baca: Keponakan Setya Novanto Boyong Keluarga Tinggalkan Rumah Usai Digeledah KPK
Dia menjelaskan, ekonomi tersubordinasi oleh politik secara umum. Boediono juga menyampaikan perkembangan ekonomi Indonesia sejak zaman VOC sampai sekarang.
"Bahwa tim ekonomi yang mumpuni yang bisa menterjemahkan situasi politik yang stabil ini menjadi program ekonomi yang berkesinambungan adalah hasil dari 30 tahun kestabilan politik," katanya.
Menurut Boediono, sistem ini pada akhirnya membuat kesalahan yang akumulatif dan terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme.
"Sistem otoriter risikonya adalah ekonomi stabil tetapi tidak dapat dikoreksi dan meledak pada akhirnya," katanya.
Pada akhir orde baru Boediono menerangkan, politik masih kuat tetapi dipicu oleh krisis finansial.
"Made of democracy world artinya demokrasi yang bermanfaat dan menghasilkan program yang solid dan menghadirkan kemajuan di bidang ekonomi," katanya.
Boediono menambahkan, kesimpulan bedah buku itu adalah memahami ekonomi yang harus secara detail tidak seperti ilmu sosial.
"Disimpulkan bahwa seorang pengelola negara adalah seseorang pengambil keputusan yang tidak ada seorang anggota keluarganya yang menikmati sepeser pun dari hasil pengambil kebijakan itu," katanya.