Jangan Beri Rekomendasi Ekspor Mineral Mentah Perusahaan yang Belum Punya Smelter
Inisiatif bertolak belakang dengan semangat hilirisasi yang mewajibkan semua mineral mentah tambang diolah dan dimurnikan di dalam negeri
Editor: Eko Sutriyanto
Freeport pada dasarnya harus melaksanakan kewajiban divestasi 51 persen kepada Pemerintah Indonesia dan membangun smelter.
"Pemerintah Indonesia sebaiknya tidak terlena dengan strategi perusahaan asing untuk mengulur-ulur waktu dan terus-menerus menekan pemerintah untuk melakukan negosiasi yang menguntungkan pihak asing," katanya.
Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Ciruss), Budi Santoso mengatakan, pemerintah harus menerapkan pengawasan kemajuan seperti proposal yang diajukan oleh pemegang IUP dan Kontrak Karya.
Pengawasan tersebut benar-benar harus mencermati kemajuan pembangunan smelter, perhitungan sumberdaya dan cadangan sesuai dengan standar KCMI.
Baca: Bos Freeport: Donald Trump Pantau Perkembangan Freport dari Jauh
Ketua Indonesian Mining Institute (IMI), Prof Irwandy Arif menegaskan, sebaiknya pemerintah tetap konsisten pada proses nilai tambah mineral Indonesia sesuai dengan amanat UU Minerba.
"Pemberian izin dan rekomendasi ekspor harus sesuai dengan peraturan yang berlaku," katanya.
Sebelumnya, Kementerian ESDM menjelaskan, realisasi pengapalan mineral mentah sejak keran ekspor dibuka pada awal 2017 masih jauh di bawah volume yang direkomendasikan pemerintah. Nikel
yang direkomendasikan 8,1 juta ton baru terealisasi sekitar 1,1 juta ton, dan bauksit di bawah 1 juta ton.
Dari lima perusahaan yang mendapatkan rekomendasi ekspor, baru dua perusahaan yang sudah mengekspor, yaitu PT Aneka Tambang dan PT Fajar Bhakti Lintas Nusantara.
Kementerian ESDM mengatakan perusahaan-perusahaan yang sudah merealisasikan ekspor bijih nikel dan bauksit sudah memiliki smelter masing-masing, sedangkan perusahaan yang belum mendapatkan rekomendasi ekspor akan diberi kuota berdasarkan rencana pembangunan smelter.
Koordinasi Nasional Publish What You Pay (PWYP), Maryati Abdullah mengatakan, pihaknya pada dasarnya konsisten meminta pemerintah menghentikan pemberian relaksasi ekpor mineral mentah karena bertentangan dengan UU Minerba.
Kendati langkah tersebut merupakan insentif, pemerintah tetap saja melanggar UU Minerba.