Laporan wartawan Tribun Kaltim, Geafry Necolsen

TRIBUNNEWS.COM, TANJUNG REDEB -- Selain harga beras yang mengalami kenaikan, komuditas lain, seperti cabai di Kabupaten juga ikut merangkak naik.

Namun Dinas Pertanian dan Peternakan (Dispertan) Berau, melalui petugas lapangan yang melakukan pengecekan harga di pasaran mengklaim, harga cabai sudah kembali normal hingga hari Selasa (23/1/2018) ini.

Hal ini disampaikan oleh Muhammad Saleh, Kepala Seksi Produksi Tanaman Pangan dan Holtikultura, Dispertan Berau. Menurut data, harga cabai rawit merah dan cabai tiung di pasaran, sudah kembali pada kisaran RP 35 ribu hingga RP 40 ribu per kilogram. 

Harga ini, menurut Dispertan merupakan harga normal. “Harga segitu di Berau normal kalau lebih dari itu, bisa dibilang harganya tinggi,” ujarnya. 

Jika dibandingkan tahun lalu, harga cabai di Kabupaten Berau bisa mencapai Rp 100 ribu per kilogram, masih lebih rendah jika dibanding daerah lain yang harganya bisa mencapai Rp 150 ribu per kilogram.

‘Murahnya’ harga cabai di Berau, menurutnya karena terbantu dengan produksi cabai petani lokal. Menurutnya, para petani cabai di Kecamatan Talisayan, Gunung Tabur, Batu Putih, Sambaliung dan Segah mampu memenuhi kebutuhan pasar. Sehingga, meski pasokan cabai dari Pulau Jawa menurun, terbantu oleh produksi petani lokal.

Pihaknya mengaku memberikan perhatian besar terhadap para petani cabai dan bawang, karena kedua komoditas ini turut menyumbang inflasi yang cukup besar. Karena itu, kata Saleh, pertanian cabai dan bawang harus terus dikembangkan. “Karena kalau pasokan kurang, pasti akan sangat berpengaruh terhadap harga,” ujarnya. 

Dispertan kata Saleh, mengupayakan untuk penmabahan pertanian cabai dari berbagai varian seluas 100 hektare. Meski belum bisa memastikan jumlah produksinya saat ini namun menurutnya, hasil produksi petani lokal mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.

Pihaknya juga memberikan bantuan kepada petani untuk mengendalikan hama agar hasil proudksinya bisa maksimal. 

Harga cabai biasanya sangat tergantung dengan jumlah proukdsi, serta cuaca yang bisa mengancam gagal panen. Cuaca juga berpengaruh terhadap kelancaran distribusi yang akhirnya juga memicu terjadinya kenaikan harga.

Meski produksi petani cabai cukup tinggi, namun masih dirasa kurang untuk emenuhi kebutuhan masyarakat, sehingga membuat para pengepul memasok dari Samarinda dan Pulau Jawa.

Kondisi ini menurutnya juga mempengaruhi harga pasar, karena banyaknya risiko yang harus ditanggung, mulai dari biaya transportasi dan risiko cabai busuk selama di perjalanan.