Pertamina Bantah Naikkan Harga Jual Pertalite untuk Tutupi Potensi Rugi
Harga Pertalite naik Rp 200/liter menjadi Rp 7.800/liter. Sebelumnya harga Pertalite hanya Rp 7.600/liter.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Kontan, Febrina Ratna Iskana
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Pertamina (Persero) kembali menaikkan harga jual BBM umum. Setelah bulan lalu menaikkan harga pertamax series, tepat pada 24 Maret 2018, Pertamina kembali menaikan harga pertalite dan solar non-subsidi.
Untuk wilayah DKI Jakarta, harga solar non subsidi pada 24 Maret 2018 naik Rp 200/liter menjadi Rp 7.700/liter. Harga solar non subsidi sebelumnya sebesar Rp 7.500/liter.
Harga Pertalite juga naik Rp 200/liter menjadi Rp 7.800/liter. Sebelumnya harga Pertalite hanya Rp 7.600/liter.
Sejak Januari 2018, Pertamina telah menaikan harga pertalite sebanyak dua kali. Pada 13 Januari 2018, harga pertalite hanya Rp 7.500/liter. Kemudian pada 20 Januari 2018, Pertamina menaikan harga pertalite sebesar RP 100/liter menjadi Rp 7.600/liter.
Terakhir pada 24 Maret 2018 lalu Pertamina manaikan harga pertalite sebesar Rp 200/liter menjadi Rp 7.800/liter.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Adiatma Sardjito menyebut kenaikan harga tersebut didasari adanya kenaikan harga minyak dunia. "Iya, karena harga minyak dunia," kata Adiatma, Minggu (25/3/2018).
Baca: PO Gunung Harta Belanja 6 Bus Maxi Scania dan Mercedes-Benz untuk Remajakan 3 Trayek Bus Malam
Baca: Kalau Rupiah Terus Loyo, Siap-siap Harga Jual Mobil Akan Naik
Adiatma membantah kenaikan harga Pertalite dilakukan demi menutup potensi kerugian yang didapat Pertamina akibat menanggung selisih harga solar subsidi dan premium. Menurutnya, perhitungan BBM penugasan seperti premium ataupun BM tertentu seperti solar subsidi berbeda dengan perhitungan BBM umum seperti pertamax series dan pertalite.
"Menghitungnya tidak menyilang begitu," ujarnya.
Namun Adiatma tidak mau merinci perhitungan terhadap JBT, JBKP dan JBU tersebut.
Hingga Januari-Februari 2018, Pertamina telah mengakui adanya potensi kerugian sebesar Rp 3,9 triliun akibat menanggung selish harga solar subsidi, premium di Jawa Madura Bali (Jamali) dan premium penugasan luar Jamali.
Hingga akhir tahun, Pertamina memproyeksi ada potensi kerugian sebesar Rp 24 triliun.