Hasil Bisnis Underwriting Naik 99,7 Persen, Askrindo Go International Lewat Logo Baru
Hasil underwriting Askrindo naik 99,7 persen per Maret 2018 jika dibandingkan per Maret 2017.
Editor: Choirul Arifin
Askrindo Insurance saat ini membukukan kinerja terbilang membanggakan. Hasil underwriting naik 99,7 persen per Maret 2018 jika dibandingkan per Maret 2017.
Sementara, bisnis Penjaminan kredit usaha tumbuh 49,97 persen per Maret 2018 dari posisi Maret 2017.
Di periode sama, laba usaha naik 55,1 persen, sementara rasio risk based capital (RBC) perseroan mencapai 840 persen.
Baca: Suzuki Kenalkan Nex II, Generasi Baru Skutik Segmen Low Entry
Baca: Suspensi Yamaha Lexi Empuk, Lincah Bermanuver di Jalan Rusak
"Ini berarti Askrindo mampu memberikan perlindungan 7x kali lipat dari standar industri yang ada saat ini," kata Asmawi.
"Berbagai insiatif kami lakukan untuk mendukung sustainable growth ini. Antara lain dengan membangun platform digital, dan melakukan empowering generasi muda Askrindo dengan menyekolahkan mereka di dalam dan luar negeri, jalin aliansi dengan BUMN termasuk dengan BPD di daerah. Semuanya ini untuk bawa Askrindo menjadi perusahaan yang berkembang dan besar, tidak hanya di domestik tapi juga jadi global player," papar Asmawi.
Sindikasi Rp 10 triliun dari Himbara
Bersamaan dengan peluncuran logo baru, Askrindo Insurance juga menandatangani penyaluran kredit sindikasi dari bank-bank BUMN yang tergabung dalam Himbara senilai Rp 10 triliun.
Nota perjanjian kredit sindikasi ini ditandatangani manajemen Askrindo dengan perwakilan masing-masing bank BUMN peserta kredit sindikasi.
"Kami akan secara hati-hati mengelola kredit dari Himbara ini. Ini kepercayaan yang sangat luar biasa dari para mitra kepada kami," kata Asmawi Syam.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, perubahan logo ini maknanya besar bagi Askrindo Insurance dan industri asuransi.
"Dengan logo baru saya harapkan ada lompatan di Askrindo. Saya ucapkan selamat atas peluncuran logo baru ini, uiga atas peresmian Himpara, Himpunan perusahaan asuransi dan penjaminan asuransi milik negara," kata Wimboh.
Wimboh juga mengingatkan, tantangan ke depan bagi industri asuransi dan pelaku jasa sektor keuangan sangat besar. "Sektor asuransi tidak akan hidup tanpa sinergi dengan industri lainnya termasuk industri sektor jasa keuangan," ungkap Wimboh.
Dia menambahkan, teknologi fintech ini saat ini mulai luas digunakan untuk memaasarkan produk keuangan dan asuransi.
"Jumlah perusahaan fintech saat ini mencapai hampir 50 perusahaan dan dengan nilai pembiayaan yang disalurkan sekitar Rp 3 triliun. Kami sedang susun aturan untuk perusahaan fintech ini. Ke depan perusahaan asuransi tak perlu duduk tunggu nasabah datang," kata Wimboh.