Asosiasi Distributor dan Produsen Pelumas Menolak Ketentuan Wajib SNI Pelumas oleh Kemenperin
Inisiatif ini memicu reaksi keras Perhimpunan Distributor Importir dan Produsen Pelumas Indonesia (PERDIPPI).
Editor: Choirul Arifin
“Artinya, akan terjadi persaingan yang tidak sehat,” lanjut Paul Toar.
Langgar UU
Dia juga menyatakan, jika ketentuan Wajib SNI juntuk Pelumas diberlakukan, akan bertentangan dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan perundang-undangan lainnya.
Mengacu UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas dan turunannya, yakni Keppres Nomor 21 Tahun 2001, serta Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Keuangan, serta Menteri Perindustrian dan Perdagangan, wewenang pengaturan soal mutu turunan minyak bumi seperti bahan bakar minyak dan pelumas berada di Kementerian ESDM.
Sejak 20 tahun lalu, Kementerian ESDM telah memberlakukan regulasi Nomor Pelumas Terdaftar (NPT) Wajib dengan kewajiban uji laboratorium terhadap parameter fisika kimia. "Ketentuan ini juga mengacu kepada standar internasional seperti API, JASO, ILSAC, atau SNI yang telah berlaku," sebutnya.
"Pemberlakuan SNI Wajib Pelumas juga akan menimbulkan kesulitan di pintu masuk kepabeanan. Sebab, pihak Bea Cukai akan mendapat pekerjaan tambahan untuk memilah mana pelumas yang hanya wajib NPT dan mana yang wajib NPT dan SNI, sehingga akan menambah dwelling time," keluhnya.
Pada jalur distribusi akan timbul banyak kesulitan karena polisi akan kesulitan membedakan pelumas yang hanya wajib NPT dan yang wajib NPT dan SNI. Bahkan tingkat kesulitan lebih tinggi akan terjadi di daerah-daerah terpencil.
"PERDIPPI menilai pengajuan notifikasi ke WTO oleh Kementerian Perindustrian tentang rencana pemberlakuan SNI Wajib Pelumas merupakan tindakan sepihak karena mayoritas stakeholder dalam hal ini perusahaan yang bergerak dalam bidang penyediaan pelumas telah secara berulang menyatakan penolakannya."
Indonesia Pasar Menggiurkan
Sebelumnya, Achmad Sigit Dwiwahjono, Dirjen Industri Kimia Tekstil dan Aneka (IKTA) Kemenperin, dalam siaran persnya, Jumat (27/4/2018) menyatakan, proses di WTO akan memakan waktu tiga bulan, dan saat ini sudah masuk bulan kedua sejak pertama kali diajukan.
"“Ketika standar disetujui WTO, peraturannya sudah bisa diteken oleh Menteri Perindustrian. Jadi ketika semua berjalan lancar, seharusnya bulan depan sudah bisa diberlakukan SNI pelumas ini, atau paling lambat sekitar Juni." kata Achmad Sigit Dwiwahjono.
Achmad menilai, Indonesia jadi pasar potensial untuk produk pelumas, seiring dengan pertumbuhan industri otomotif. Untuk itu, diperlukan jaminan kualitas.
Data di Kemenperin menunjukkan, saat ini terdapat 44 produsen pelumas di dalam negeri, dengan kapasitas terpasang mencapai 2,04 juta kilo liter (KL) per tahun.
Sementara kebutuhan pelumas dalam negeri mencapai 1,14 juta KL per tahun.