Asosiasi Distributor dan Produsen Pelumas Menolak Ketentuan Wajib SNI Pelumas oleh Kemenperin
Inisiatif ini memicu reaksi keras Perhimpunan Distributor Importir dan Produsen Pelumas Indonesia (PERDIPPI).
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Perindustrian RI melakukan notifikasi ke Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) tentang rencana pemberlakuan SNI Wajib Pelumas mulai Juni 2018.
Regulasi SNI Wajib Pelumas niatnya untuk memberikan proteksi bagi para produsen oli lokal, dari gempuran produk-produk asing yang tidak berinvestasi langsung di Indonesia, serta untuk mengontrol kualitas pelumas yang beredar di Indonesia.
Namun, inisiatif ini memicu reaksi keras Perhimpunan Distributor Importir dan Produsen Pelumas Indonesia (PERDIPPI).
Dalam keterangan pers tertulisnya kepada Tribunnews hari ini, Jumat (11/5/2018), Paul Toar, selaku Ketua Umum PERDIPPI menyatakan, pemberlakuan SNI Wajib Pelumas memunculkan persaingan tidak sehat di bisnis pelumas dalam negeri.
PERDIPPI menolak
"PERDIPPI secara tegas menolak wacana pemberlakuan SNI Wajib Pelumas yang kini notifikasinya tengah diajukan Kementerian Perindustrian ke WTO. Selain tidak menjamin perlindungan konsumen, kebijakan itu juga sarat dengan kepentingan yang menimbulkan persaingan tidak sehat dan merugikan ekonomi nasional," ujar Paul Toar.
Dia mengatakan, konsumen berkepentingan mendapatkan pelumas yang tepat sesuai kebutuhan peralatannya dan dengan mutu yang juga sesuai dengan persyaratan produsen peralatan tersebut.
Baca: Pengalaman Mengemudikan Isuzu Traga di Rute Jakarta-Cisarua, Seperti Ini Sensasinya
Selain itu konsumen juga berhak mendapatkan harga pelumas yang wajar dan mudah memperolehnya kapan pun diperlukan.
Dia menambahkan, dari pengamatgan di berbagai kesempatan, PERDIPPI menilai regulasi wajib SNI Pelumas ini upaya menghambat produk pelumas impor terhadap produsen pelumas dalam negeri.
"Hal itu didasari sikap mental peninggalan masa monopoli pemasokan pelumas yang berlangsung 1983 – 2001 lalu," tudingnya.
Padahal, jika distribusi produk pelumas di pasaran tidak berjalan dengan baik dan lancar maka yang akan terjadi adalah munculnya harga yang tinggi.
Baca: Clear, Suzuki All New Ertiga Tidak Untuk Taksi. Sorry Ya
Karena biaya uji kerja minyak lumas motor bakar berkisar US$1 Juta per SKU, meski lembaga pelaksana sertifikasi menyatakan biaya sertifikasi SNI di Indonesia berkisar Rp 500 juta per SKU.
Dia mengilustrasikan, jika setiap perusahaan pelumas mempunyai 40 jenis pelumas yang kena SNI Wajib maka biaya yang perlu ditanggung sekitar Rp 20.000.000.000 per empat tahun.
"Tentu ini akan mengurangi daya saing perusahaan kecil dan menengah, karena biaya itu pasti masuk harga dan dibebankan kepada konsumen," kata dia.
“Artinya, akan terjadi persaingan yang tidak sehat,” lanjut Paul Toar.
Langgar UU
Dia juga menyatakan, jika ketentuan Wajib SNI juntuk Pelumas diberlakukan, akan bertentangan dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan perundang-undangan lainnya.
Mengacu UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas dan turunannya, yakni Keppres Nomor 21 Tahun 2001, serta Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Keuangan, serta Menteri Perindustrian dan Perdagangan, wewenang pengaturan soal mutu turunan minyak bumi seperti bahan bakar minyak dan pelumas berada di Kementerian ESDM.
Sejak 20 tahun lalu, Kementerian ESDM telah memberlakukan regulasi Nomor Pelumas Terdaftar (NPT) Wajib dengan kewajiban uji laboratorium terhadap parameter fisika kimia. "Ketentuan ini juga mengacu kepada standar internasional seperti API, JASO, ILSAC, atau SNI yang telah berlaku," sebutnya.
"Pemberlakuan SNI Wajib Pelumas juga akan menimbulkan kesulitan di pintu masuk kepabeanan. Sebab, pihak Bea Cukai akan mendapat pekerjaan tambahan untuk memilah mana pelumas yang hanya wajib NPT dan mana yang wajib NPT dan SNI, sehingga akan menambah dwelling time," keluhnya.
Pada jalur distribusi akan timbul banyak kesulitan karena polisi akan kesulitan membedakan pelumas yang hanya wajib NPT dan yang wajib NPT dan SNI. Bahkan tingkat kesulitan lebih tinggi akan terjadi di daerah-daerah terpencil.
"PERDIPPI menilai pengajuan notifikasi ke WTO oleh Kementerian Perindustrian tentang rencana pemberlakuan SNI Wajib Pelumas merupakan tindakan sepihak karena mayoritas stakeholder dalam hal ini perusahaan yang bergerak dalam bidang penyediaan pelumas telah secara berulang menyatakan penolakannya."
Indonesia Pasar Menggiurkan
Sebelumnya, Achmad Sigit Dwiwahjono, Dirjen Industri Kimia Tekstil dan Aneka (IKTA) Kemenperin, dalam siaran persnya, Jumat (27/4/2018) menyatakan, proses di WTO akan memakan waktu tiga bulan, dan saat ini sudah masuk bulan kedua sejak pertama kali diajukan.
"“Ketika standar disetujui WTO, peraturannya sudah bisa diteken oleh Menteri Perindustrian. Jadi ketika semua berjalan lancar, seharusnya bulan depan sudah bisa diberlakukan SNI pelumas ini, atau paling lambat sekitar Juni." kata Achmad Sigit Dwiwahjono.
Achmad menilai, Indonesia jadi pasar potensial untuk produk pelumas, seiring dengan pertumbuhan industri otomotif. Untuk itu, diperlukan jaminan kualitas.
Data di Kemenperin menunjukkan, saat ini terdapat 44 produsen pelumas di dalam negeri, dengan kapasitas terpasang mencapai 2,04 juta kilo liter (KL) per tahun.
Sementara kebutuhan pelumas dalam negeri mencapai 1,14 juta KL per tahun.