Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Gubernur BI Jamin, Kurs Rupiah Tidak Akan Melambung Sampai Rp 17.000 Per Dolar

"Hampir Rp 14.200 saja itu sudah lebih rendah dari seharusnya, kalau Rp 17.000 ya tidak lah."

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Gubernur BI Jamin, Kurs Rupiah Tidak Akan Melambung Sampai Rp 17.000 Per Dolar
Syahrizal Sidik
Agus Martowardojo 

Laporan Reporter Kontan, Ghina Ghaliya Quddus

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah yang saat ini mendekati Rp 14.200 per dollar AS sudah tidak mencerminkan nilai fundamentalnya.

Karena itu, BI melihat pergerakannya tidak akan terlalu jauh.

Hal ini sekaligus menepis anggapan bahwa rupiah bisa melemah sampai Rp 17.000 tahun ini.

"Hampir Rp 14.200 saja itu sudah lebih rendah dari seharusnya, kalau Rp 17.000 ya tidak lah. Kami tidak ada target tertentu, tapi BI mandatnya adalah jaga nilai tukar supaya tidak bergejolak," ujar Gubernur BI Agus Martowardojo di Gedung DPR RI, Selasa (22/5/2018)

Sejak 1 Mei hingga hari ini, BI mencatat, rupiah mengalami depresiasi sebesar 1,94% (month to date/mtd terhadap dollar AS.

Baca: Kata Adian Napitupu, Pilpres 2019 Momen Terakhir Buat Para Pendukung Orde Baru

Depresiasi yang dialami rupiah ini lebih baik dibandingkan baht Thailand yang melemah 2,1% (mtd), ringgit Malaysia melemah 1,4% (mtd), rupee India melemah 2,5% (mtd), dan lira Turki melemah 12% (mtd).

Baca: BI Siapkan Dana Rp 188,2 Triliun untuk Antisipasi Lonjakan Uang Tunai Selama Lebaran

Berita Rekomendasi

Sejak awal tahun hingga hari ini, BI mencatat, rupiah secara total mengalami depresiasi terhadap dollar AS sebesar 4,35% (year to date/ytd).

Persentase ini lebih rendah dibandingkan rupee India yang melemah 6,7% (ytd), real Brasil yang melemah 12,8% (ytd), dan lira Turki yang melemah 20% (ytd).

Untuk pelemahan rupiah sepekan ini, di mana Senin (14/5) lalu, rupiah masih berada di Rp 13.965 per dollar AS hingga kemarin menembus Rp 14.200, BI menyatakan bahwa faktor utamanya adalah tekanan eksternal. Sebab, kondisi domestik sendiri cenderung netral.

"Karena ada sanksi AS yang tidak jadi dikeluarkan, dan itu membuat posisi untuk dolar AS. Jadi secara umum, ini dialami negara lain," kata Agus.

Sumber: Kontan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas