Divestasi Saham Freeport Dinilai Paling Sulit
proses negosiasi pengambialihan 51 persen saham PT Freeport Indonesia tetap berjalan sesuai dengan rencana.
Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) atau Inalum menyatakan proses negosiasi pengambialihan 51 persen saham PT Freeport Indonesia tetap berjalan sesuai dengan rencana.
Namun, harus diakui proses negosiasi pembelian saham tambang emas di Tanah Papua itu memang tidaklah mudah.
Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin mengakui, skema bisnis transaksi pembelian lahan tambang emas terbesar kedua di dunia setelah Chile itu transaksinya terbilang sulit.
“Ini salah satu transaksi tersulit yang saya sebagai bankir 25 tahun,” kata Budi saat acara buka puasa bersama dengan wartawan di Jakarta, Senin (4/6/2018).
Kendati demikian, Budi menyatakan proses divestasi terus mencatatkan sejumlah kemajuan. “Pencapaiannya beberapa minggu ini sudah signifikan,” jelasnya.
Mantan Direktur Utama Bank Mandiri itu memastikan, untuk pendanaan sudah aman, hanya tinggal menunggu transaksi yang terjadi.
“Pendanaan dari konsorsium bank-bank sudah, tinggal transaksi terjadi,” katanya.
Namun harus diakui, proses divestasi ini tidaklah mudah, sebab selain dengan Freeport, ada juga hak partisipasi Rio Tinto sebesar 40 persen di Tambang Grassberg milik Freeport.
Hak partisipasi tersebut juga sesuai dengan kesepakatan antara Rio Tinto dengan Freeport tersebut bisa dikonversi menjadi saham.
“Ada saham, ada participating interest. Ada dua periode 2018-2022 trus 2022-2041, jadi banyak,” ungkapnya.
Ia pun belum bisa memastikan apakah transaksi tersebut dapat selesai pada Juni mendatang. Ia hanya memastikan, prosesnya berjalan baik agar hasilnya sesuai harapan.
“Kita mending transaksi benar, bukan terburu-buru, tapi tidak benar,” pungkasnya.