Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pasar Volatile, Investor Disarankan Pilih Reksadana Pendapatan Tetap

Lanjar Nafi menyarankan agar investor semakin cermat melihat arah pergerakan bursa sekaligus selalu update dengan perkembangan pasar.

Editor: Sanusi
zoom-in Pasar Volatile, Investor Disarankan Pilih Reksadana Pendapatan Tetap
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tengah dalam gejolak. Sentimen utama yang mempengaruhi indeks adalah sentimen eksternal seperti perang dagang.

Selain itu, perlemahan rupiah menjadi salah satu sentimen negatif bagi indeks.

Associate Head of Research PT Reliance Sekuritas Indonesia (RELI) Lanjar Nafi menyarankan agar investor semakin cermat melihat arah pergerakan bursa sekaligus selalu update dengan perkembangan pasar.

Kata Lanjar, di tengah pelemahan indeks, dan penguatan dollar terhadap rupiah, investor harus lebih memperhatikan dan mengurangi portofolio saham atau asset beresiko tinggi.

Di mana asset tersebut sangat rentan dengan pelemahan nilai tukar yang mengakibatkan investor asing melakukan pengurangan porsi portofolio dan merealisasikan asetnya kembali pada mata uang USD guna menyelamatkan nilai asset mereka.

"Saham-saham emiten yang memiliki banyak utang dalam bentuk USD akan terkena imbas utama namun sebaliknya saham-saham emiten eksportir akan diuntungkan dengan terdepresiasinya Rupiah. Guna meminimalisir risiko, di tengah volatilitas harga saham, akan lebih bijak jika investor dapat membagi porsi saham dan masuk pada investasi reksadana," jelas Lanjar dalam keterangannya, Kamis (5/7).

Di tengah kondisi pasar volatile, investor bisa memperbesar porsi investasi di reksadana. Reksadana pendapatan tetap atau campuran, menurut Lanjar, cukup bijak dengan pemantauan dan pengelolaan manager investasi yang handal.

Berita Rekomendasi

Tentu saja, agar imbal hasil investor lebih optimal, ia berharap agar pemerintah terus melakukan evaluasi kebijakan fiskal dan moneter. Dengan begitu, pasar akan kembali tenang dan investor semakin leluasa menanamkan dana.

"Di tengah IHSG yang terus tertekan akibat terdepresiasi rupiah yaitu dengan mengadakan terus evaluasi kebijakan moneter lebih agresif lagi pada suku bunga, kebijakan perbankkan hingga intervensi nilai tukar," jelas Lanjar.

Ia menjelaskan, melihat pertumbuhan kredit telah menginjak double digit di level 10.26% YoY bulan Mei lalu dan inflasi yang stabil di angka 3%, harusnya pemerintah dapat lebih agresif dalam mengevaluasi kebijakan moneter.

Nah, dalam situasi pasar volatile, Lanjar menyarankan agar strategi investasi jangka pendek atau trading pada saham-saham yang telah turun cukup dalam dan saham-saham yang terkena imbas sentimen positif dari kebijakan moneter pemerintah meskipun sifatnya jangka pendek sebagai peredam pelemahan.

"Saham-saham perbankkan seperti BMRI, BBRI, BBTN dan BBNI dan saham-saham property konstruksi seperti BSDE, ASRI, WIKA dan PTPP," katanya.

Terakhir, dari dalam negeri, selalu cermati kebijakan dari Bank Sentral. Seperti prospek suku bunga lanjutan Bank Indonesia yang dijanjikan mengalami trend penguatan hingga akhir tahun, merefleksikan baiknya data pertumbuhan kredit pada awal tahun guna menahan aksi jual investor asing.

"Dari luar negeri, kebijakan AS dalam tarif import barang-barang China dan eropa hingga pertumbuhan ekonomi AS yang lebih cepat," tegasnya.

Halaman
12
Sumber: Kontan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas