Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pengusaha Turunkan Marjin Keuntungan Siasati Dampak Pelemahan Rupiah

Yati Kurniati mengatakan, sejumlah industri yang rentan terdampak pelemahan nilai tukar Rupiah seperti industri kimia dan farmasi

Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Fajar Anjungroso
zoom-in Pengusaha Turunkan Marjin Keuntungan Siasati Dampak Pelemahan Rupiah
TRIBUNNEWS.COM/SYAHRIZAL
Direktur Eksekutif Departemen Statistik Bank Indonesia Yati Kurniati 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Syahrizal Sidik

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Menyiasati dampak melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, pelaku usaha menempuh langkah menekan marjin keuntungan (profit margin) untuk tetap bertahan.

Hal tersebut mengemuka dalam media briefing Bank Indonesia mengenai hasil survei penjualan eceran dan survei kegiatan dunia usaha di Jakarta.

Direktur Eksekutif Departemen Statistik Bank Indonesia Yati Kurniati mengatakan, sejumlah industri yang rentan terdampak pelemahan nilai tukar Rupiah seperti industri kimia dan farmasi, industri tekstil, makanan dan minuman lebih memilih untuk menekan marjin daripada menaikkan harga di tengah fluktuasi nilai tukar Rupiah.

Diketahui, pada perdagangan hari ini, pergerakan kurs Rupiah mengacu pada kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia melemah ke posisi Rp 14.435 per dolar AS dari posisi sebelumnya Rp 14.391 per dolar AS. Adapun, pelemahan Rupiah sejak awal tahun tercatat sebesar 6,18 persen.

Baca: Pertemuan Prabowo-SBY Tunggu Prabowo Kembali dari Luar Negeri

“Berdasarkan survei kami, mereka belum mengubah harga jual tapi menurunkan marjin, tapi dia juga tidak mau sampai rugi,” kata Yati di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (12/7/2018).

Namun demikian, dirinya masih belum menjelaskan lebih rinci mengenai berapa persentase penurunan marjin keuntungan tersebut. “Kita tidak tanya berapa persentasenya, tapi kalau tidak merubah harga untuk tetap survive ya menekan marjin keuntungan,” jelasnya.

Berita Rekomendasi

Yati menjelaskan, industri tersebut masih mengandalkan bahan baku dari luar negeri yang cukup dominan. Industri farmasi misalnya, saat ini hampir 90 persen bahan bakunya impor.

“Industri tersebut importir inputnya memang tinggi, karena harus tetap mengimpor untuk memenuhi pesanan,” ungkapnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas