Berapa Sebenarnya Nilai Akuisisi Saham Freeport? Manajemen Inalum: Mengacu Cadangan Tahun 2041
Nilai total divestasi 51% saham Freeport Indonesia mencapai US$ 3,85 miliar atau lebih dari Rp 55 triliun.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Kontan, Barly Haliem, Pratama Guitarra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pro kontra atas rencana PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) untuk mengambilalih 51% saham PT Freeport Indonesia terus menggelinding. Sejumlah kalangan menyoroti harga divestasi saham Freeport Indonesia cenderung mahal dan berpotensi membebani Inalum.
Manajemen Inalum kembali bersuara dan memastikan, harga divestasi saham Freeport Indonesia relatif wajar.
Nilai total divestasi 51% saham Freeport Indonesia mencapai US$ 3,85 miliar atau lebih dari Rp 55 triliun.
Rinciannya, Inalum akan membeli participating interest(PI) 40% milik Rio Tinto senilai US$ 3,5 miliar. Kemudian, Inalum akan mengakuisisi 9,36% saham milik Indocopper Investama US$ 350 juta.
Direktur Utama Inalum, Budi Gunadi Sadikin, menjelaskan valuasi 51% saham Freeport Indonesia dihitung menggunakan skema best market practice.
Jadi, valuasi Freeport Indonesia dihitung berdasarkan nilai cadangan mineral mentah atau ore konsentrat tembaga yang sudah diketahui dan digali serta berproduksi hingga 2041 nanti.
Baca: PKB Dukung Jokowi di Pilpres, Sandiaga Uno: Balik Lagi ke Pacar Lama
"Yang kami hitung adalah cash flow dari ore yang bisa digali dan produksi. Itu memang cadangan. Tapi yang belum produksi kan tidak dihitung," ujar Budi di Kantor Energy Building Selasa (17/7/2018).
Dia juga mengklaim, nilai akuisisi 51% saham Freeport Indonesia sudah mencerminkan price earning ratio (PER) 4,3 kali perusahaan itu.
Kekayaan tambang Freeport Indonesia yang masuk dalam valuasi antara lain Grasberg DC, DOZ DC, Deep DMLZ, Big Gossan dan Grasberg Open Pit.
Baca: Netizen Mendoakan Fahri Hamzah Diangkat Jadi Menteri Hukum dan HAM
Sedangkan Blok Kucing Liar tak masuk hitungan, lantaran sejauh ini belum berproduksi.
Namun, Budi mengatakan cadangan Blok Kucing Liar sangat besar. "Kalau tidak salah dengan Kucing Liar (valuasinya) mencapai US$ 150 miliar," pungkas dia.
Tambang bawah tanah
Secara terpisah, manajemen Freeport Indonesia menyatakan siap berinvestasi hingga US$ 20 miliar selama periode 2021-2041. Nilai investasi itu khusus untuk mengembangkan tambang bawah tanah dan infrastruktur lainnya.
Juru Bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama, mengatakan investasi US$ 20 miliar sudah disampaikan kepada Inalum, Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN.
Riza mengklaim, Inalum tak perlu terbebani atas investasi itu, meski nantinya sebagai pemegang saham mayoritas Freeport Indonesia.
Namun dia enggan menyebutkan sumber pendanaan Freeport Indonesia untuk memenuhi kebutuhan investasi itu.
"Intinya Freeport Indonesia yang akan mencarikan pendanaan terhadap investasi tersebut," tandas Riza.
Sementara Budi Gunadi menyebutkan, Inalum belum bisa memastikan apakah akan mengeluarkan dana untuk investasi US$ 20 miliar.
Satu hal yang pasti, kata Budi, dana cash flow dari tambang bawah tanah Freeport Indonesia sudah cukup untuk menutup investasi itu. "EBITDA Freeport Indonesia US$ 4 miliar. Jadi saya rasa sudah cukup," ungkap dia.
Sejatinya, investasi Freeport Indonesia senilai US$ 20 miliar selama kurun 2021–2041 merupakan pendanaan di luar pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter). Rencananya, smelter tersebut akan dibangun di wilayah Gresik, Jawa Timur dengan nilai investasi US$ 2,2 miliar.
Budi menjelaskan, nilai proyek smelter baru bisa terungkap apabila joint venture agrement atas pengelolaan tambang Grasberg sudah terlihat. "Kalau tidak salah porsinya 30%–70%," tutur dia.
Tiga tahap pasca HoA
Pemerintah Indonesia kini melalui babak baru atas rencana pengambilalihan 51% saham Freeport Indonesia.
Pada 12 Juli lalu, di Kantor Kementerian Keuangan, Inalum dan Freeport McMoRan telah menekan head of agreement (HoA) dalam rangka transaksi divestasi saham PT Freeport Indonesia.
Dalam konteks business to business (B to B), Direktur Utama Inalum, Budi Gunadi Sadikin, menyatakan dokumen HoA antara Inalum dan Freeport McMoRan mengikat secara hukum. Tapi dia menegaskan, masih ada hal yang wajib disepakati di luar itu.
Setidaknya, ada tiga hal yang akan disepakati berikutnya. Pertama, ada sales dan purchase agreement (SPA) dengan Rio Tinto mengenai pembelian 40% participating interest (PI).
Kedua, menindaklanjuti SPA dengan Indocopper Investama terkait 9,36% saham. Ketiga, perubahan skema PI 40% menjadi saham di Freeport Indonesia.
"Itu yang akan dilanjutkan dari HoA kemarin," ungkap Budi. Selain itu, kelanjutan negosiasi yang belum selesai, seperti perubahan status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).