Di Tengah Rencana Swasembada, Impor Jagung Masih Tetap Tinggi
Kementan diminta lebih rasional dalam upaya mengejar target swasembada pangan untuk beberapa komoditas, salah satunya jagung.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) diminta lebih rasional dalam upaya mengejar target swasembada pangan untuk beberapa komoditas, salah satunya jagung.
Hal ini mengacu pada data ekspor-impor kepabeanan yang menunjukkan tingginya impor dibanding ekspor yang diklaim sebagai bukti sudah swasembadanya jagung di dalam negeri. Impor jagung berdasar data Bea dan Cukai mencapai 330,8 juta Kg pada periode Januari-Juli 2018.
Ekonom Indef Bhima Yudhistira menilai pasokan dalam negeri harus dipastikan cukup terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk menutup keran impor. Ini ditujukan untuk mencegah kekurangan pasokan di dalam negeri, yang berujung pada kenaikan harga yang membebani rakyat.
"Padahal, impor jagung masih dibutuhkan, khususnya untuk suplai ke pakan ternak ayam. Sekarang, ketika impor jagungnya dibatasi, akhirnya peternak mencari pakan dari gandum yang berasal dari impor. Sementara jagung lokal harganya lebih mahal," kata Bhima, Selasa (14/8).
Bhima juga menyoroti data impor. Ia menilai kesimpangsiuran data pangan memang menjadi persoalan pemerintah. "Soal data harusnya cuma BPS yang berhak keluarkan data pangan baik pasokan dan kebutuhan pangan. Butuh ketegasan Menko Perekonomian untuk menertibkan kementerian yang keluarkan data berbeda dari BPS," kata dia.
Berdasarkan data ekspor-impor kepabeanan, Indonesia ternyata tetap mengimpor jagung. Tercatat ada sebanyak 330,8 juta kg jagung yang diimpor sepanjang Januari-Juli 2018 dengan HS Code 10059090. Ada juga impor bibit jagung dengan HS Code 10051000 sebanyak 227.300 kg.
Jumlah impor jagung tersebut bahkan lebih besar dibandingkan jumlah jagung yang telah dieskpor. Pada periode yang sama, jumlah ekspor jagung dengan HS Code 10059090 sebanyak 274,9 juta kg.
Terhadap hal ini, Menteri Pertanian Amran Sulaiman enggan menjawab ketika dikonfirmasi mengenai adanya impor jagung. Amran mengatakan, domain kementeriannya hanya mengurusi produksi. "Yang pasti kita sudah surplus jagung. Kita juga sudah ekspor," kata Amran seusai menghadiri kuliah umum di Institut Pertanian Bogor, Selasa (14/8).
Bagi Amran, keberhasilan mengekspor jagung merupakan prestasi yang membanggakan. Sebab, kata Amran, Indonesia dahulu mengimpor jagung hingga 3,6 juta ton setiap tahun dengan nilai sekitar Rp 10 triliun. "Dan sekarang kita sudah bisa ekspor. Ini bagus kan. Ekspor kita juga diakui dunia," katanya.
Center for Indonesia Policy Studies (CIPS) yang mengolah data dari FAO, menyebutkan hingga 2017 produksi jagung masih defisit sebesar 2,3 juta ton dibandingkan kebutuhan. Pasalnya, produksi jagung di tahun lalu hanya terpatok di angka 20 ton. Sementara itu, kebutuhan konsumsi dan industri mencapai 23,3 juta ton.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), total impor jagung selain benih dan berondong pada 2017 di sepanjang tahun tercatat sebesar 508,29 ribu ton.
Bahan baku industri
Tak hanya untuk pakan ternak, kebutuhan jagung untuk bahan baku industri makanan dan minuman (mamin) nyatanya hingga kini masih harus didatangkan dari mancanegara. Pasalnya, jagung jenis dent corn yang memiliki kadar tepung tinggi belum diproduksi di dalam negeri.
Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kemendag Oke Nurwan menyatakan bahwa hingga Semester II-2018 pihaknya telah menerbitkan Surat Pemberitahuan Impor (SPI) jagung industri dengan total alokasi 479.860 ton untuk memenuhi kebutuhan 5 industri mamin.