Ini Saran RELI Agar Investor Tetap Untung Meski Pasar Tertekan
berlanjutnya tren pelemahan rupiah dipicu adanya kekhawatiran investor asing mengenai defisit perdagangan Indonesia.
Penulis: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mata uang rupiah masih tak bertenaga. Pada Senin pagi (3/9) rupiah bertengger di Rp 14.844 per Dolar AS.
Head of Research PT Reliance Sekuritas Indonesia (RELI) Lanjar Nafi menilai, masih berlanjutnya tren pelemahan rupiah dipicu adanya kekhawatiran investor asing mengenai defisit perdagangan Indonesia.
Juga, dibarengi pernyataan bangkrut dari negara berkembang yakni Argentina dan Turki. Sehingga Investor asing lebih memilih melakukan aksi jual yang membuat permintaan dollar di dalam negeri melonjak.
Tentu saja, akibat pelemahan rupiah, ada dampak langsung bagi perusahaan dan pengusaha. Dampak negatif, terutama bagi usaha industri yang memiliki utang dalam bentuk Dollar dan bahan baku produksi impor.
Sikap yang mulai diperhatikan untuk investor, kata Lanjar, agar lebih memperhatikan sisi utang perusahaan yang akan menjadi target investasi dan bahan baku produksi.
“Namun berkebalikan untuk perusahan industri ekspor yang akan lebih diuntungkan akibat pelemahan rupiah karena sisi penjualannya akan lebih tinggi jika dikonversikan dari Dolar AS ke rupiah pada laporan keuangan mereka,” ujar Lanjar, Rabu (5/9).
Untuk investor ritel, dengan pelemahan rupiah, juga mesti cermat. Karena pelemahan rupiah akan berdampak cukup signifikan pada ekuitas atau aset yang berisiko lebih besar dari instrumen utang. Juga, akan mengoreksi keuntungan dari investasi.
Lanjar menyarankan agar investor ritel untuk melakukan trading pada ekuitas dengan memanfaatkan pola teknikal rebound pada tren bearish /trading jangka pendek ketimbang mengalokasikan dana jangka panjang untuk membeli saham yang sudah turun. Karena penurunan bisa terus terjadi seiring pelemahan nilai tukar rupiah.
Agar tetap cuan saat pasar tertekan, investor mesti melakukan pengawasan secara rutin pada portofolio dari segi pergerakan harga dan sentimen-sentimen yang mempengaruhinya. Melakukan trading jangka pendek dengan disiplin penuh pada stop-loss dan target harga karena trend pergerakan yang masih cenderung bearish.
“Juga memperhatikan volume psikologis trading suatu harga dimana terjadinya jenuh dalam penjualan menjadi signal teknikal rebound dan jenuh dalam pembelian akan menjadi signal aksi profit taking,” imbuh Lanjar.
Dengan pelemahan rupiah, dari sisi return juga bakal berpengaruh. Karena realitanya di Indonesia pergerakan ekuitas atau aset beresiko akan berjalan seiringan dengan nilai tukar di Indonesia yang sebagian besar perusahaan industrinya masih melakukan impor untuk produksi ketimbang produksi untuk ekspor.
Investor asing, pun akan cenderung bersikap waspada akan depresiasi rupiah yang juga menimbulkan depresiasi aset mereka jika di konversikan ke Dolar AS. Terlebih isu kebangkrutan beberapa negara berkembang yang terus menjadi topik pembicaraan ditengah ekspansinya ekonomi di AS yang lebih cepat dapat menarik investor kembali ke sana.
Menurut Lanjar, langkah Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo yang akan fokus stabilisasi rupiah prioritas utama, sudah cukup tepat guna meredam pelemahan rupiah.
Hanya saja aksi jual investor asing yang membuat permintaan Dolar AS meningkat tidak terbendung setelah adanya aksi jual besar-besaran negara berkembang seperti Turki dan Argentina yang mengakibatkan ancaman kebangkrutan atau krisis ekonomi di negara tersebut.